Sejak PRP Sidorejo 2011, gerakan pemuda GKJW semakin nampak. TOT selama lima tahun sesudahnya meningkatkan semangat bersatu dari kelompok-kelompok pemuda yang sebelumnya terkesan terpisah-pisah. Perbedaan MD tidak lagi menjadi jarak yang memisahkan, namun pengikat kerinduan. Regenerasi berjalan semakin tesketsa. Keinginan untuk bersatu mewujudkan GKJW yang hadir semakin tergelak. Tahun 2016, gerakan lain Road Service GKJW menguatkan ikatan itu. Kali ini bukan sekaar para pemuda gereja, namun para pendeta ikut bergabung dalam misi ini. Rasa dan kebutuhan kolektif semakin menyerempak. Para loyalis semakin terhubung, dragon ball GKJW semakin muncuk titik-titiknya.
Namun, bukan sejarah jika tidak memiliki sebuah pola berulang - sekalipun tidak senantiasa kembali pada titik masa yang lalu. Seumpama masa Yusuf, tujuh masa panen itu sudah mulai terbit. Ada yang datang dsn pergi memang. Tapi tentu saja ini bukan sekadar tentang satu per satu orang, ini adalah tentang ruh yang mewujud. Ramuan ajaib keabadian semakin matang di kuali, tapi pada saat yang sama, perlu menilik kembali apa yang telah terjadi ada masa-masa yang lalu supaya pola berulang ini bisa semakin besar amplitudonya.
Dalam perbandingan paternal dan spiritual (paternal: berpusat di sekitar pater/bapa, keberaturan, keterpimpinan, keterpusatan; spritual: berpusat di sekitar spirit/ruh yang bebas, divergen, otonom) nuansa spiritual semakin mengemuka. Belajar dari sejarah, semangat spiritual demikian bisa terdistorsi menjadi kharismatik yang bisa jadi abai pada visi. Gerakan-gerakan seperti itu pada akhirnya menjadikan Yesus digugat 2 milenium yang lalu, karena pengikut Yesus mengubah visi eskatologisnya menjadi materialistis. Orang memuja sosok Soekarno dan lupa pada Sutan Syahrir yang mengupayakan kedaulatan Indonesia secara internasional. Tanpa perundingan KMB dan Linggarjati, bisa diduga kemerdekaan yang digemakan tahun 1945 akhirnya ludes. Dan kita selalu tahu bahwa Belanda atau pun Jepang paling gentar pada sosok kecil itu. Tentu tidak sedang mengatakan peran Soekarno kecil, Soekarno tetap luar biasa. Namun melupakan Syahrir adalah melupakan Indonesia, dan hanya sedang bereuforia.
Sebenanrnya apa yang sedang ingin saya katakan adalah bahwa PRP, TOT, dan Road Service pada akhirnya perlu disikapi dengan upaya kematangan berorganisasi, lebih-lebih mengingat peran pemuda sebagai generasi GKJW adalah vital. Supaya gerakan yang telah dimulai jauh sebelumnya tidak kehilangan arah dan berakhir sebagai euforia kebanggaan (PRP, TOT, dan RS diambil sebagai titik momentum di sini semata-mata karena ketiga hal tersebut adalah gerakan pengikat yang terdekat pada masa ini). Jika tidak maka aroma politik paska reformasi yang ternyata masih berpusat pada perebutan kekuasaan bisa tumbuh subur. Alih-alih menyadarkan, bisa jadi malah menjadikan kebas. Spiritualitas persaudaraan dalam bahasa Mas Hardiyan menjadi pengikat dan semangat kawanan kecil a la Israel kuno dan tahap perjuangan awal kekristenan perlu terus dihidupkan sebagai pola. Dan visinya akhirnya melampaui GKJW itu sendiri, visinya adalah hadirnya tanda-tanda kerajaan Allah bagi dunia.
Maka alangkah baiknya jika gerakan semacam PRP, TOT, RS ini terus ditumbuhkan dan sekaligus terus menerus dikritisi. Gereja ini hidup dari karya Tuhan, dan iman yang berpusat pada Tuhan tetap jalurnya.
Tantangan Indonesia saat ini terutama adalah kemiskinan, korupsi - permainan kekuasaan berbasis materialisme, kerusakan lingkungan, rendahnya budaya riset, radikalisme bernuansa SARA, dan penyeragaman oleh globalisasi ekonomi. Dan tantangan itu adalah tantangan yang terlalu besar untuk dihadapi sendiri. Pada akhirnya GKJW perlu bermitra dengan rekan-rekan sevisi.
Gelap dan terang senyatanya adalah ilusi. Kawanan kecil GKJW punya dasar dan pola yang dibangun oleh para pendahulu GKJW berakar dari Alkitab perlu terus dihidupkan sebagai fundamen dari segala aksi GKJW, lebih-lebih untuk pelayanan bagi pemuda. Semoga.
Namun, bukan sejarah jika tidak memiliki sebuah pola berulang - sekalipun tidak senantiasa kembali pada titik masa yang lalu. Seumpama masa Yusuf, tujuh masa panen itu sudah mulai terbit. Ada yang datang dsn pergi memang. Tapi tentu saja ini bukan sekadar tentang satu per satu orang, ini adalah tentang ruh yang mewujud. Ramuan ajaib keabadian semakin matang di kuali, tapi pada saat yang sama, perlu menilik kembali apa yang telah terjadi ada masa-masa yang lalu supaya pola berulang ini bisa semakin besar amplitudonya.
Dalam perbandingan paternal dan spiritual (paternal: berpusat di sekitar pater/bapa, keberaturan, keterpimpinan, keterpusatan; spritual: berpusat di sekitar spirit/ruh yang bebas, divergen, otonom) nuansa spiritual semakin mengemuka. Belajar dari sejarah, semangat spiritual demikian bisa terdistorsi menjadi kharismatik yang bisa jadi abai pada visi. Gerakan-gerakan seperti itu pada akhirnya menjadikan Yesus digugat 2 milenium yang lalu, karena pengikut Yesus mengubah visi eskatologisnya menjadi materialistis. Orang memuja sosok Soekarno dan lupa pada Sutan Syahrir yang mengupayakan kedaulatan Indonesia secara internasional. Tanpa perundingan KMB dan Linggarjati, bisa diduga kemerdekaan yang digemakan tahun 1945 akhirnya ludes. Dan kita selalu tahu bahwa Belanda atau pun Jepang paling gentar pada sosok kecil itu. Tentu tidak sedang mengatakan peran Soekarno kecil, Soekarno tetap luar biasa. Namun melupakan Syahrir adalah melupakan Indonesia, dan hanya sedang bereuforia.
Sebenanrnya apa yang sedang ingin saya katakan adalah bahwa PRP, TOT, dan Road Service pada akhirnya perlu disikapi dengan upaya kematangan berorganisasi, lebih-lebih mengingat peran pemuda sebagai generasi GKJW adalah vital. Supaya gerakan yang telah dimulai jauh sebelumnya tidak kehilangan arah dan berakhir sebagai euforia kebanggaan (PRP, TOT, dan RS diambil sebagai titik momentum di sini semata-mata karena ketiga hal tersebut adalah gerakan pengikat yang terdekat pada masa ini). Jika tidak maka aroma politik paska reformasi yang ternyata masih berpusat pada perebutan kekuasaan bisa tumbuh subur. Alih-alih menyadarkan, bisa jadi malah menjadikan kebas. Spiritualitas persaudaraan dalam bahasa Mas Hardiyan menjadi pengikat dan semangat kawanan kecil a la Israel kuno dan tahap perjuangan awal kekristenan perlu terus dihidupkan sebagai pola. Dan visinya akhirnya melampaui GKJW itu sendiri, visinya adalah hadirnya tanda-tanda kerajaan Allah bagi dunia.
Maka alangkah baiknya jika gerakan semacam PRP, TOT, RS ini terus ditumbuhkan dan sekaligus terus menerus dikritisi. Gereja ini hidup dari karya Tuhan, dan iman yang berpusat pada Tuhan tetap jalurnya.
Tantangan Indonesia saat ini terutama adalah kemiskinan, korupsi - permainan kekuasaan berbasis materialisme, kerusakan lingkungan, rendahnya budaya riset, radikalisme bernuansa SARA, dan penyeragaman oleh globalisasi ekonomi. Dan tantangan itu adalah tantangan yang terlalu besar untuk dihadapi sendiri. Pada akhirnya GKJW perlu bermitra dengan rekan-rekan sevisi.
Gelap dan terang senyatanya adalah ilusi. Kawanan kecil GKJW punya dasar dan pola yang dibangun oleh para pendahulu GKJW berakar dari Alkitab perlu terus dihidupkan sebagai fundamen dari segala aksi GKJW, lebih-lebih untuk pelayanan bagi pemuda. Semoga.
No comments:
Post a Comment