Sinta Obong dulu tidak banyak mendapat perhatian orang sebelum feminisme menyerukan bahwa Rama adalah bangsat. Sebangsat itukah sang ksatria? Yang kemudian muncul adalah membandingkan cintanya Rahwana dengan Rama. Apakah itu relevan? Maka demikianlah cerita brengsek dan kebrengsekan lain itu bermula.
Setelah tiga belas tahun menantikan sang kekasih menyelamatkan dirinya [Anjrit! Tiga belas tahun, mamen! Apakah Rama dan Sinta masih pasangan yang hot lagi setelah tiga belas tahun? Entahlah! Ada yang bilang dua belas. Terserah lah mau ambil mana, sembarang!] akhrinya Sinta bertemu dengan Rama, suaminya yang terkasih. Dan cerita kemudian berlanjut, Si Rama meragukan kesetiaan istrinya. Mana mungkin selama sekian belas tahun Sinta masih ting ting seperti dulu? Mana mungkin! Demikian pikir Rama. Rama mikirnya kayak anak muda jaman sekarang aja, yang mikir kalau hari ini seks itu perkara murah meriah seperti kacang goreng. Gila aja! Tapi ya, kalau jamannya mengarang Rama si Walmiki sudah menggambarkan seperti itu pikiran Si Rama, berarti bisa ketahuan kan gimana orang dari jaman ke jaman mikir seks. Gitu hari ini katanya sekarang ngomong seks sudah gak tabu, dari jaman dulu emang sudah gak tabu kali bro! Lu aja yang kurang referensi!
Rama tidak percaya akan kesetiaan Sinta. Dan demikianlah Sinta akhirnya rela membuktikan kesetiaannya bahwa dia masih suci. Dia rela membakar diri! Apa? Membakar diri? Cewek idaman membakar diri dan Rama mengijinkan saja! Terlalu! Brengsek! Culas! Bengis! Gak punya harga diri! Sebut yang lain sekalian, nanti kita buat keretanya. Kereta Komisi Pengecean Nasional, kalau kurang kuat kita ajukan ke PBB biar jadi Kereta Komisi Pengecean Internasional. Rama, kamu mikir apa sih? Geblek! Tapi di sisi lain berarti itu menceritakan bahwa Rama itu juga setia. Bahwa selama sekian belas tahun dia menahan konaknya. Jadi kalau Sinta gak bisa menahan diri kan wajar Rama marah? Dasar Rama goblok, mikirnya linear, gak mikir kemungkinan lain, andaikata Sinta tidak suci lagi, jangan-jangan itu bukan karena Sinta yang brengsek, tapi karena Rahwana yang main kuasa. Raja kan emang gitu. Rama saja yang cupu, tiga belas tahun gak ngapa-ngapain. Melas banget. Kesetiaan memang bodoh, rela menahan diri selama tiga belas tahun. Tapi justru karena bodoh itulah kesetiaan menjadi istimewa. Hidup kesetiaan! Hidup! Yang bodoh memang istimewa.
Sebenarnya banyak orang-orang di sekitar Rama yang memberikan pertimbangan, ada Laksmana, ada Wibisana, Sugriwa, Anoman, tapi apa lacur! Tokoh utamanya tetap saja Rama. Dan tokoh utama selalu menang, ini kan film Bollywood. Gak percaya, coba lihat dibuatnya di mana? India! Mereka nari sama nyanyi-nyanyi di mana? Di hutan di pohon-pohon. Jadi ya masih seazas lah! Rama tidak menggubris, Rama sudah pasang harga mati. Si lugu sekarang termakan kebodohannya. Dasar bodoh tetap saja bodoh! Odong-odong lu Ma! Aku mencabut keistimewaan pada bodoh - tidak pada setia, setia tetap hidup! Hidup setia! Hidup!
Parahnya cerita ini berkembang pada cerita Rahwana yang kemudian selama sekian belas tahun bisa grepe-grepe Sinta ternyta tidak melakukan apa pun. Dia hanya memandang saja sambil menunggu mati dibunuh. Tragis! Apa benar? Ah itu mah kalian saja yang gak kenal Rahwana! Rahwana itu mukanya ada sepuluh, dia itu bisa ganti-ganti wajah. Kalau dia sehebat itu, ngapain dia pakai nyamar-nyamar jadi kakek cangkul buat menculik Sinta? Kalau kamu mikir kehebaran cinta Rahwana, apa gak lebih hebat istrinya? Inilah kebrengsekan pertama para pembuat mitos, tetap saja mereka memenangkan salah satu laki-laki. Laki-laki itu memang brengsek semuanya! Rahwana brengsek! Rama sama brengseknya! Jadi gak usah dibelain lah. Bela tuh para perempuan yang dianggap cuma hiasan. Dan perempuan jangan cuma mau jadi hiasan, ngomongo lah! Seneng banget dijajah pria sejak dulu, dijadikan perhiasan sangkar madu. Seneng banget kalau dibilang bisa menaklukkan pria dengan sudut kerling matamu. Kalau kamu jenis perempuan yang begitu, ya sudahlah aku bisa ngomong apa, terima nasib saja lah, Mbak!
Maka hari yang ditentukan itu datanglah. Sinta menerjunkan dirinya ke dalam Api. Api berkobaran. Seseorang segera melesat cepat, dialah Sang Brahma. Brahma membela Sinta. Dia menyelamatkan sang Dewi dari kobaran api hingga dia tidak terbakar sampai api itu habis. Maka kalau kamu mau ngomong siapa juaranya, juaranya adalah Brahma. Kecele kan! Bukan Rahwana, geblek lu! Dan Rama pun menerima Sinta kembali, dan mereka hidup bersama selamanya [aku gak mau menambahkan hidup 'bahagia' bersama, aku yakin hidup bersama seorang Rama begitu benar-benar gak bahagia!]
Tapi ... eng ing eng! Kena deh!
Yang namanya mitos itu banyak jenisnya. Jangan percaya kalau akhir dari Ramayana hanya cerita itu. Tidak percaya? Pergilah ke Candi Prambanan! Itulah kebrengsekan lain para pembuat mitos. Di Prambanan panel 16-18 di sana ada cerita paska perang Rama-Rahwana. Rama ketemu lagi dengan Sinta dan [dieng!] Sinta mengandung! Apa? Beneran? Bener! Makanya kalau denger cerita jangan setengah-setengah, bikin lu jadi sok tahu gitu! Parah lu! Mau jadi apa Indonesia kalau anak mudanya macam kamu? Tapi itulah mitos, mana yang benar, ya siapa yang tahu, tanya sama Walmiki aja pake mesin waktu. Jadi kamu gak sepenuhnya sok tahu kok, aku saja yang seneng ngomong jorok, jahat, sinis, sudah bawaan lahir sih.
Dalam ketiga panel itu diceritakanlah bahwa Rama bertemu kembali dengan Sinta yang sedang mengandung. Ih kenapa sih ceritanya kudu gitu? Gak asik deh! Demikianlah Orang Jawa melihat hidup, hidup di Jawa itu gak sempurna, gak kayak di film Bollywood. Orang Jawa itu lebih down to earth [artinya mengubur diri dalam tanah]. Orang Jawa itu gak percaya ada bahagia yang seratus persen, kalau mau bahagia ya deal with life itself and make it happy! Kalau kamu masih terpesona sama yang ideal-ideal, ambil aja rantai dan ikat dirimu di guanya Plato. Plato saja kepingin lepas dari rantai, eh kamu malah kepingin terantai. Ya pilihan eloh sih! Kenapa aku kok kayak kesukuan banget gini, inilah caraku mempertahankan identitas, bahwa aku iki bangga dadi wong Jowo. Walaupun di Jawa gak ada salju, kulitnya gak putih-putih, jaman dulu orang-orangnya mukanya kayak phitecantropus erectus [serius! lihat aja foto2 lama orang Jawa yang jejer sama orang bule, pas orang Jawanya pake blangkon dan jarik, mereka benar-benar tampak purba], tapi aku bangga.
Ceritanya Laksmana diperintahkan Rama untuk membawa Sinta ke hutan. Bukan untuk dibunuh, itu nanti jadi cerita Puteri Salju, tapi untuk dibuang. Apa! Dasar Rama habis manis hamil dibuang! Sialan banget! Brengsek! Itu cerita ada di panel 16 Prambanan, makanya kalau ke Prambanan, jangan cuma mikir foto-foto saja, pelajari reliefnya! Turis yang Indonesia banget kan emang gitu, ke mana-mana tujuannya foto lalu upload facebook, twitter, instagram. Tempat kayak Prambanan itu kaya sari cerita, jangan cuma mikir foto di candi saja, belajar dong mamen! Biar otak tuh dimanfaatin sedikit. Bahasaku kasar banget ya? Ah sudah bawaan lahir. Maka Laksmana pun mengantarkan Sinta ke hutan naik kereta, panel 17. Habis gitu di panel 18 diceritakan Laksmana yang akhirnya mengungkapkan tujuannya membawa Sinta ke hutan. Dan gitu deh, Laksmana sedih harus melakukan itu, tapi apa daya kakak terkasih menyuruh sih. Nanti gak diaku adek. Ya sudahlah, Si Sinta ngapain? Sinta pasrah.
Dalam cerita berikutnya memang Sinta akhirnya bertemu dengan Mpu Walmiki, sang Mpu yang menulis cerita itu akhirnya merawat dan membesarkan kedua anak kembar Sinta. Sinta mati di hutan. Dan anaknya datang ke Rama, lansung saja sama Rama dijadiin Raja. Selesai. Kesimpulannya adalah... Brengsek! Dasar Rama Brengsek! Masalah istri mengandung saja dimasalahin. Dasar patriakhal. Tapi di sisi lain bayangin gak sih, ini mungkin harga yang dibayar oleh Rama untuk menjadi setia selama ini. Tapi kenapa begitu? Itu kan tidak manusiawi. Ya marah aja sama Rama. Sama pemahat relief tu. Mungkin saja cerita Sinta obong dimaksudkan untuk menjaga kehebatan Sinta dan Rama dalam berhubungan, bahwa mereka adalah tokoh seperti Romeo dan Juliet, tahu dan tempe. Tapi ternyata Rama dan Sinta tidak demikian, Rama dan Sinta adalah cerita yang sangat manusiawi. Dan itulah kenapa di Jawa ini diangkat sebagai wayang, mereka hanya bayang-bayang kehidupan, kalau mau memetik nilainya kamu harus tahan nunggu semalam suntuk, tidak ada yang instan di Jawa. Kalau mau bahagia kamu harus menemukan jalan menuju ke sana sendiri, bukan dengan mengimitasi nasihat atau petunjuk manual tertentu. Tidak ada petunjuk manual untuk bahagia di Jawa, apalagi petunjuk instan.
Kenapa cerita ini ada berbagai versi, ya biasalah cerita itu tergantung para pembuat mitosnya. Jadi kalau kamu pingin membrengsekkan seseorang, aku sarankan bukan ke Rama, Sinta, Rahwana, atau Laksmana [jangan Laksmana dong, aku suka sama dia!], tapi sama si pembuat mitos sialan itu! Biar aja mereka mati jadi bangkai! Ya kalau mati sih emang jadi bangkai ya.
Tapi ...
Yang menarik dari Prambanan adalah reliefnya Ramayana, tetapi tokoh Roro Jonggrang yang kemudian ditubuhkan dalam salah satu bilik Candi bukanlah Sinta. Ada Siwa, ada Brahma, Ada Candi Wisnu. Candi Brahma dan Wisnu cuma satu ruang, dan tahu kan bahwa Rama itu avatar dari Wisnu tapi ternyata yang utama bukan si Wisnu tapi malah Siwa. Candi Siwa adalah yang terbesar dan punya empat bilik, satu-satunya perempuan di bilik itu adalah ... dieng! Durga! Kenapa Durga? Karena Durga adalah perempuanku, karena aku cinta sama dia! Suer! Dia jelek [walaupun dulu sebagai Uma dia cantik] tapi sejelek-jeleknya Durga dia punya prinsip. Setelah dibuang oleh Siwa/ Guru ke Setra Gandamayit, Durga tetaplah Durga. Dia memang diruwat, tapi setelah diruwat dan Siwa akhirnya bilang, "Sayang pulang ke swargaloka lagi nyok! Kita honeymoon kayak dulu lagi! Aku cinta kamu, cantikku!" Maka Durga yang pernah dibuang oleh Siwa/ Guru itu langsung menjawab, "Sayang kepalamu peyang! Enak banget lu ngomong! Enggak! Aku gak mau ikut kamu lagi, pria brengsek! Kamu hanya mau enaknya saja! Aku akan bertahan di Setra Gandamayit saja! Gak perlu mengajakku pulang atau memulangkan aku ke rumah orang tuaku! Aku adalah aku!"
Gak happy ending dong? Kalau kamu tontonannya Cinderella jelas itu gak happy ending. Tapi buat aku ... itu Happy ending banget! Sampai ke akar-akarnya! Hidup setia! Hidup integritas! Hidup Durga!
No comments:
Post a Comment