Dengan sepenuh hati rasanya aku harus mengapresiasi kerja
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Kediri, khususnya di
pembuatan Akta Perkawinan. Kerja mereka luar biasa baik dari sisi ketepatan
waktu, legislasi, penanganan masyarakat, dan nuansa kerja mereka yang sangat
hangat.
Masuk ke kantor yang tak lebih dari empat meja itu, pelapor
akan ditemui langsung oleh Bu Maya dan Bu Siti (nama lengkap mereka aku tidak
begitu tahu – geblek lah) yang selalu tersenyum dengan hangat. Bukan senyuman
palsu dan pabrikan seperti yang biasa disajikan para SPG, tapi senyuman yang
sesungguhnya. Dan bukan hanya itu guyonan sepanjang pertemuan akan terus terhidang,
sesibuk apa pun mereka. Pak Muhtadin, kepala bagian di sana juga siap membantu
dan bercanda di tengah segala aktivitasnya. Satu lagi Pak Suwaji jarang berada
di ruangan. Nampaknya beliau lebih ke urusan dokumen di bagian ruangan yang
lain.
Bersama mereka, nuansa akrab dan persahabatan seperti
saudara lama benar-benar terasa. Satu jam di sana, kami bercerita tentang suaka
iklim yang sedang kami buat di Tunglur, tentang pilot project padi organik di
sawah jemaat. Kami juga berbicara tentang hidup, dan kami bersepakat bahwa
hidup ini sudah berat, jadi tidak usah dibuat tambah berat dengan hal-hal gak
penting lah. Aku begitu saja tahu bahwa mereka orang-orang cerdas, sekaligus
bijaksana. Kami pun berbicara mengenai UU Perkawinan kami yang seksis. Bagaimana
mungkin kolom untuk poligami ada, namun kolom poliandri tidak ada. Kami sampai
pada kesimpulan yang sama, “Siapa yang mau dipoligami?” Sekalipun kami bisa
memaklumi beberapa orang memang melakukannya karena ingin punya keturuan atau
karena beberapa alasan lain. Kami bahkan membahas foto profil Whatsappku yang
menampilkan tahun 1965, sebuah cara mengenang tragedi nasional Indonesia.
Aku punya pengalaman bertemu dengan masyarakat dan pegawai
di urusan sipil, baik itu di gereja, organisasi sosial kemasrayakatan lain, dan
pemerintah. Namun aku berani sumpah, bahwa tidak ada yang sebaik mereka selama
ini. Aku berani yakin, hidup yang tidak sekadar dikendarai oleh perihal-perihal
teknis mekanis, apalagi transaksiaonal (datang kalau untung, pergi kalau tidak
ada gunanya), ketika orang benar-benar dihargai sebagai rekan dan dianggap
sebagai manusia utuh adalah cara terbaik memperlakukan manusia. Di mana pun,
kapan pun.
No comments:
Post a Comment