Whatever you want...

Friday, July 22, 2016

IMAJINASI

| No comment
Saya punya imajinasi yang terus berlompatan tanpa bisa dihentikan. Hal itu hidup dalam diri saya sejak sangat kecil. Melihat halaman saya ketika pagi, saya seperti melihat beberapa tumbuhan segera bermunculan di sana, warna-wani dengan sulur-sulur. Beberapa tumbuhan besar dengan ranting yang saling bergelayut satu dengan yang lain, lalu kelinci-kelinci dan ribuan kupu-kupu terbang di atas karpet rumput hijau yang terbentang sepanjang sudut ke sudut. Pohon-pohon dan rerambatan paku-pakuan di sepanjang Kafe Door, semuanya bermunculan tanpa bisa saya bendung.
Seperti itu juga ketika saya melihat seseorang, pikiran saya selalu berlarian membayangkan berbagai macam perihal mulai dari pakaiannya, andaikata di berjanggut dengan kumis yang tebal, rambut yang tertentu, kadang saya membayangkan di atas kepalanya tumbuh sebatang pohon mawar, lalu kelelawar-kelelawar menjadi pakaiannya, dan ketika dia membuka lengannya, kelelawan itu terbang dan menyisakan kegelapan yang pekat. Kadang bahkan saya sendiri terkejut dan tidak habis pikir ke mana larinya imajinasi saya berikutnya.
Bahkan saya sendiri sering membayangkan saya memiliki sekolah alam dengan anak-anak yang bersekolah di sana adalah anak-anak yang tidak punya cukup uang untuk sekolah di sekolah umum. Atau karena mereka manikmati proses belajar di alam. Saya punya beberapa teman guru yang setia, beberapa staff, hingga saya bisa membayangkan bentuk sekolahnya. Kadang ketika saya sedang mencuci piring atau menyapu halaman, saya sebenarnya sedang berada di sekolah itu, menyapu dan mencuci piring untuk sekolah itu. Di sana saya tidak menjadi kelapa sekolah, karena ada seorang rekan perempuan, yang mantan pacarnya adalah seorang karyawan di Apple Indonesia yang berafiliasi dengan Pixar, tapi karena dia bertengkar dengan pacarnya terkait seorang donatur bernama Era, mereka akhirnya putus, dan kawan saya yang adalah kepala sekolah alam kami itu akhirnya berhubungan dekat dengan staff kreatif sekolah kami, seorang lulusan teknik arsitektur sebuah perguruan tinggi swasta di Yogyakarta. Bahkan tokoh-tokoh saya itu punya karakter. Semuanya adalah pribadi-pribadi multi dimensional.
Saya sadar bahwa semua itu hanya imajinasi. Karena itu kadang saya sampai tertawa sendiri, bisa sedemikian ramainya imajinasi. Saya bahkan kadang berbicara sendiri. Dan saya sadar itu. Bukan sesuatu yang tiba-tiba terjadi tanpa kesadaran. Saya sendiri membayangkan saya memiliki sebuah wedding organizer dengan berbagai macam ide kreatif tentang konsep-konsep perkawinan yang ditawarkan. Saya sempat bertanya apakah saya agak edan, bisa jadi. Atau malah edan sekali. Setiap kali berkendara, selalu ada bayangan baru dan lain-lain yang terus menerus muncul, membuat saya kadang tiba-tiba bersedih atau tertawa karena sedemikian bahagia sendiri. Dan saya sadar sesadarnya bahwa semua itu bayangan. Namun dampak yang mereka ciptakan luar biasa. Dan entahlah saya senang dengan itu semua. Seperti punya kawan-kawan yang tidak kelihatan dan masing-masing punya daya realis hingga surealisnya. Benar-benar memesona.

Saya tidak kecewa dengan kehidupan, saya malah begitu mencintainya. Mungkin awalnya imanasi-imanjinasi itu lahir dari pelarian-pelarian saya, namun semakin ke sini, imajinasi-imajinasi itu malah yang memberikan saya pondasi untuk banyak ide yang saya wujudkan dalam kehidupan nyata. Tanpa imajinasi itu bisa jadi hidup saya malah sangat merana. Karenanya ketika orang bertanya apakah saya kesepian, saya mengatakan tidak. Saya punya sahabat-sahabat yang mengerti dunia gila saya itu, saya punya sahabat-sahabat nyata, tetapi bersama dengan itu saya juga punya lingkungan ajaib yang lahir dari imajinasi itu. Jika mungkin ada film yang bisa sedemikian dekat menggambarkan hubungan antara dunia nyata dengan imajinasi saya, itu adalah Big Fish dan Eternal Sunshine of the Spotless Mind. Saya pernah mengalami masa-masa kesepian hingga saya melakukan hal-hal tidak masuk akal dan menderita dalam penderitaan sendiri, tapi sekarang bisa dibiliang dunia saya hampir selalu riuh. Namun ketika harus senyap, mereka menyepi. Ada ruang-ruang untuk membaca dan berefleksi yang di dalamnya saya bisa bisa murni bersendiri dengan diri saya sendiri. Maka apakah saya bahagia dengan imajinasi saya? Walaupun dibilang aneh, tidak normal, atau sejenisnya, saya nyata-nyata sangat berbahagia. Hahaha!
Tags : ,

No comments:

Post a Comment