Whatever you want...

Tuesday, May 24, 2016

ROAD SERVICE GKJW MOJOKERTO (1): Kebaktian

| No comment
Keriuhan terjadi sejak setengah lima pagi. Penginapan Sooko yang dipenuhi pendeta dan pengisi acara tidur aneka pola itu mendadak dibangunkan dari senyapnya cukup dalam sejenak. Beberapa menggerutu lucu, beberapa langsung tergelak, dan sebagian lain masih bergeming tak hendak beranjak. Namun, tak lebih dari enam puluh menit, tidak lagi ditemukan tubuh-tubuh yang terbaring lemas, Para pendeta sudah berpakaian hitam-hitam dengan collar purih di leher. Para pengisi acara, beberapa, mengoleskan selai ke roti mereka dan memakannya dengan tergesa. Tidak boleh terlambat, jam enam pagi mereka sudah harus siap.

Setelah dipanaskan, beberapa mobil segera melaju keluar dari komples Sooko ke GKJW Mojokerto. Di dalam kendaraan ada yang menghapalkan lirik dalam diam, hanya bibirnya yang berkomat-kamit serupa bermantra. Ada yang berbicara satu sama lain sambil merapikan rambut. Di mobil lain ada yang mengetuk-ngetukkan kakinya seperti ritme drum. Ada yang menatap lurus jalan dengan harap cemas. Perhatian mereka satu, pada kebaktian yang akan mereka layani tak lebih dari satu setengah jam lagi. 

Begitu sampai di gereja, toga-toga dikenakan. Putih tulang dan hitam, dengan selendang stola merah tanda sukacita besar. Jumlah mereka lebih dari tiga puluh, tiga puluh lima tepatnya. Beberapa segera mengambil tempat di luar, menyalami jemaat yang datang. Menyampaikan senyuman hangat dan ucapat selamat beribadat. Warga datang mengambil berita jemaat, dan menekan tuas kecil pada mesin penghitung, laki-laki pada mesin pria, dan perempuan pada mesin wanita. Pada pemain musik menempatkan dirinya di sudut kanan depan, Menyetel alat musik mereka dengan sesegera. Mencobakan beberapa melodi dan aransemen singkat untuk menyatakan bahwa satu sama lain telah padu. Latihan dua hari tidak lama, tapi pengenalan mereka satu sama lain membuat mereka saling percaya. Tim multimedia sudah memasang badan seari pagi. Laptop, kamera, dan segala kebutuhan lain dicawiskan. Tidak boleh ada yang terlewat. Ini momen istimewa, untuk semuanya.

Setelah briefing bersama di konsistori. Para pendeta dan majelis berjajar dua-dua di pintu masuk. Sebuah pengantar dilayangkan, berikut liturgos membuka dengan sebuah ayat. Pendek saja. Musik bergelora mengantar lagu Suci Suci Suci. Seperti pujian para serafim atas kemuliaan TUHAN ketika berjumpa dengan Yesaya. Kali ini jemaat yang tak kurang dari delapan ratus cacahnya itu adalah Yesaya-nya. Arak-arakan para pendeta masuk diiring para majelis. Para pendeta lantas berjajar dalam tiga saf. Mengangkat tangan kanan kiri ketika bagian chorus. Usainya barisan itu membuka menyisakan dua liturgos yang berada di tengah, menyapa jemaat dalam semangat. Musik berganti swing ketika para pendeta turun dan menyalami jemaat dengan salam damai. Para jemaat pun memberikan salam kepada saudara dan keluarga di kiri dan kanannya. Paska itu, semua duduk. 

Tanpa dinyana sepuluh anak muda berlalu lalang di depan mimbar. Berjalan cepat secepat percepatan jagad. Seperti orang-orang yang berhiliran di sebuah jalan. Beberapa kali mereka berhenti menyajikan gambaran kelekatan pada teknologi, maling, ketidaksetiaan, hingga dangdut jalanan, dan perkelahian senggol bacok. Berikut mereka menjelma para tersisih: difabel, PSK, penculik orang, petani, transeksual, LGBT. perempuan yang kehilangan anaknya, dan mereka yang dianggap murah. Lamat-lamat terdengar naskah Proklamasi dan lagu Indonesia Pusaka, berpadu dengan dangdut dan Indonesia Raya. Mereka melambaikan tangan persis ketika Lilis Suryani menyanyikan "betapa bahagia rakyat Indonesia." Menghadirkan geli dan miris bersama-sama. Mengingatkan betapa mereka yang korban masyarakat seringkali dianggap sebagai pelaku kejahatan. Lupa dirangkul melulu disalahkan. Menghantar jemaat pada pengakuan dosa. Jika pada yang nampak saja abai, bagaimana bisa yakin telah mengasihi Dia yang tak kasat. 

Jemaat pun dikuatkan mengasihi sesama ciptaan, Allah, melalui rumahnya, GKJW dalam dua puluh sekian menit. Setelahnya saat menyentuh, ketika para pendeta turun dari barisan paduan suara. berjajar di koridor gereja, depan mimbar, dan di balkon. Satu per satu jemaat maju, dirangkul, dan didoakan pribadi. Air mata menetes, beberapa mengguguk, beberapa tersenyum kuat. Sentuhan yang menguatkan dalam doa pribadi penuh harapan itu, membawa mereka pada saat teduh pribadi. Para pemain musik tak henti mengulang pujian berserah kepada Yesus. Maka doa sempurna Doa Bapa Kami menutup doa-doa pribadi itu. Persembahan diaturkan, doa syafaat dipanjatkan. 

Para pendeta kembali berjajar dalam barisan menyanyikan bait-bait "Aku Tuhan Semesta" dan jemaat menjawabnya dengan mantap, 
Ini aku, utus aku!
Kudengar Engkau memanggilku.
Utus aku; tuntun aku;
‘Ku prihatin akan umatMu.
Yesaya 6 bergema sekali lagi. Para Yesaya itu siap untuk dikirim ke dunia dan membawa semangat Aku Untuk GKJW. Sebuah seruan bersama dinyatakan, "Tresnana omahMu, ya! Omah gentheng saponana! Abot entheng lakonana!" Dan tiga puluh lima tangan bertoga itu mengangkat tangan kanannya, melayangkan berkat dalam pujian. 

Kebaktian pun selesai. Warga bersalaman hangat, mesra dan penuh penuh semangat. Mereka telah menjadi satu. Satu dengan ruh Semesta, satu dengan segala titah. 
Tags : ,

No comments:

Post a Comment