Whatever you want...

Saturday, May 28, 2016

Perkara Trivial

| No comment
Apa yang paling kusayangkan dalam Da Vinci Code adalah menjadikan hubungan Yesus dengan para para perempuan, khususnya Maria Magdalena menjadi sangat trivial. Sebagai novel, jelas kontroversi demikian menjanjikan, apalagi didukung paparan-paparan data yang sebenarnya membuktikan kebenarannya untuk dirinya sendiri. Spiritualitas lalu dibalut dengan busana seksualitas hingga geneologi. Tidak ada yang salah dengan seksualitas dan geneologi, namun masalahnya adalah seksualitas dan geneologi digunakan sebagai alat untuk kebutuhan pasar. Alih-alih menjadikannya bermakna, yang muncul adalah vulgar dan mentah.
Hari ini, nampaknya ada sebuah tren: mentrivialkan substansi dan mensubstansialkan trivia. Kemasan menjadi daya yang lebih kuat daripada nilai. Jika tidak disadari, orang akan larut dalam pragmatisme dan mudah menjadi pelompat. Sistem yang semestinya jenak rentan pada perubahan situasional, gampang sekali berubah, sehingga membuat orang kehilangan pegangan utama. Etikanya adalah etika situasi, yang demikian ini boleh, namun yang demikian adalah gejolak karena ketergesaan. Akan menjadi rawan jika berkait dengan organisasi, karena organisasi akan berjalan oleh gejolak, ketimbang visi. Diam-diam jiwa organik dalam organisasi tergerus, jika tidak malah digunakan sekadar sebagai bungkus penyerta. Yang paling berbahaya adalah potensi hilangnya makna. Dalam agama ini berbahaya, karena agama bisa kehilangan nilai, dan jika yang hilang adalah nilai spiritual, apa lagi yang tersisa?
Memang godaan untuk menjadi Dan Brown selalu besar, karena dengan begitu, pasar terpikat. Tapi sama seperti membuat liturgi, jika sisi psikokultural dan spiritual bertentangan, maka adalah baik selalu memenangkan sisi spiritual (walaupun aku adalah pejuang psycho-cultural worship). Selamat menempatkan secara tepat.
Tags : ,

No comments:

Post a Comment