Apakah masalah banyak orang Kristen hari ini? Bukan masalah baru, penyangkalan, masalah klasik yang pernah disesali seorang Petrus sebelum penyaliban Yesus terjadi. Bertemu dengan kenyataan pahit, banyak orang lalu memilih untuk menghindarinya dan memilih lupa. Keenganan untuk berhadapan muka dengan muka dengan persoalan membuat banyak orang memilih jalur belakang, menyimpang jalan lain yang tidak membuat mereka kena.
CO2 yang diekspor manusia sepuluh tahun terakhir ini adalah 40 persen kelebihan CO2 di atmosfer dibandingkan sebelum pembakaran minyak, batu bara, dan gas. Tingginya melampaui 600 ribu tahun sebelumnya. Maka jika berkata siapakah pendampak global waming terbesar, tidak lain manusia, bukan alam. maka entah bagaimana gambaran emisi CO2 dalam dua puluh tahun lagi. Pilihannya ketimbang penghematan atau upaya beralternatif, orang memilih untuk lebih jatuh cinta kepad AC, kendaraan pribadi, dan selebritas. Karena cantik, cakep, gemebyar, akbar, dan berpenampilan menarik lebih banyak memesona. Daripada mikir sulit-sulit, kan?
NTT hari ini masih jauh panggang dari api jika disebut gemah ripah loh jinawi. Kisah beberapa rekan yang tinggal di sana, mereka harus berhemat air dengan sangat kencang, karena sumber air terdekat berjarak puluhan kilo, dan itu pun tak sebersih air minum kemasan. Suku Amungme di Papua berhadapan dengan Freeport yang memberikan tak lebih dari 1 persen kekayaan alam yang telah mereka tambang. Hukum menjadi tumpul dan kepentingan bermain peran ganda. Penanaman sawit oleh perusahaan global membuat pemanasan besar-besaran karena hutan alam yang melindungi Sumatra dibabat habis oleh perusahan-perusaan minyak itu. Alih-alih melihat masalah ini, bukankah lebih nyaman mengurus dan mengkritik musik dalam kebaktian yang tidak berselera muda atau tua?
Memilih lawan yang keliru. Itulah yang dilakukan oleh penyangkalan. Mereka yang menyangkal sejatinya tahu bahwa lawan mereka berat. Dan lawan itu hanya bisa dihadapi dengan mengesampingkan perasaan pribadi dan kesenangan-kesenangan naluriah. Dihadapai bersama dalam kebersamaan. Kenyataan sosial adalah adalah dunia kedua gereja setalah dunianya sendiri. Sayangnya waktu dan pikiran, bahkan energi seringkali sudah dihabiskan untuk bertengkar di dalam, dengan dunia pertamanya. Mencari nama. Daripada bersulit-sulit dengan panggilan sosial dalam spiritual, lebih baik menyangkal. Karena walaupun banyak orang Kristen tahu, bahwa spiritual itu semestinya berhadapan dengan masalah-masalah sosial, lebih enak mengurus acara gereja yang gegap gempita. Spritiual pun akhirnya menjadi semangat penyangkalan pada perihal kontekstual, sekadar menganggap yang kontekstual itu membuat kebaktian dan kegiatan yang besar-besar dan semua pulang dengan senang. Pokoknya sudah bergamelan atau berband sudah kontekstual. Setelahnya sibuk mengurusi, "Kok musiknya gak oke sih?" "Ah khotbahnya bikin ngantuk!" "Cakep banget tadi yang duduk di bangku depanku!" Selebihnya ... urusan kontekstual semacam kemiskinan, bencana, kependukan, pendidikan, neoliberalisme, ekologi, ah biar urusan aktivis.
No comments:
Post a Comment