Whatever you want...

Sunday, February 28, 2016

Supernova Intelegensi Embun Pagi: 700 Halaman Fantasi

| 4 Comments
Seri Supernova pungkas. Klimaks? Antiklimaks? Mungkin ekspektasi adalah kunciku untuk menilai, dan aku harus minta maaf sekaligus bersyukur untuk itu.

Seri itu berawal dengan KPBJ yang begitu analitis, puitis, bahkan menuju filosofis. Tidak ada yang berbohong, bahwa sejak saat itu Dee diperhitungkan. KPBJ adalah kunci baginya untuk masuk pada sebuah medan yang sama sekali tidak disangkakan orang, Dee menulis! Dan dia tidak main-main. Dia adalah cerita baru bagi dunja menulis Indonesia. Sang posmo yang cerdas, luas, dan sekaligus dalam. KPBJ begitu tendensius tanpa menjadi pretensius, kalau dibilang masterpiece, maka for a starter novel, KPBJ berhasil meletakkan Dee sebagai penulis yang punya genrenya sendiri. Sekalipun memang KPBJ lebih menjadi ruang self-explanatory untuk pertanyaan-pertanyaan yang diajukan Dee sendiri, tapi itu benar-benar menohok. Tapi bagaimana mungkin aku yang menyukai astronomi dan filsafat tidak terkisap oleh novel itu.

Maka ekspektasi pada kelanjutan serial ini menjadi tidak terkira. Ketika Akar keluar bersama kontroversinya, Akar punya tempatnya sendiri. Bukan semacam KPBJ tapi bisa dibilang bahwa Akar masih menggelayutiku dengan filosofi-filosofinya yang bisa dibilang diceritakan dengan gak trivial. Itu prestasi! Walaupun ekspektasi sebesar KPBJ tidak terpenuhi, tapi ada cara lain terjawab: afeksi. Dan ketika sisi ini disentuh, maka siapa yang tidak meluluh.

Lalu giliran Petir, not as explosive as the two novels before. Aku merasa itu seperti teenlit yang dikemas lumayan. Ketika lumayan dibandingkan dengan dua sebelumnya, maka aku gak bisa bilang itu meningkat atau stabil, tapi itu semakin di luar ekspektasi. Aku masih ingat aku dibuat terpingkal oleh Petir ketika membacanya, mungkin bukan karena Petir memesona, tapi Petir menyambar banalitas Kekristenan dengan banal. Karena aku Kristen, semata itu. Walaupun paska Bu Sati ke belakang gambaran bahwa Petir ini akan menuju sesuatu mulai terbaca. Lalu Partikel, entahlah mungkin aku kelelahan dengan gayanya Dee yang semakin menjurus pada novel-novel yang ditulisnya pada masa antara, semacam Perahu Kertas, dkk. Yang harus kuakui bukan seleraku. Bahasanya gak nendang, dalam artian diksinya terlalu datar. Walaupun nuansa spiritualitasnya masih menggantung di sana-sini. Tiba giliran gelombang, aku dipukul telak dengan pembukanya yang sangat mistikal, tiba sampai tengah ke belakang, aku hilang. Tidak ada yang tersisa dari Supernova di sana.

Mungkin ada benarnya bahwa Akar-Gelombang sebaiknya memang satu buku saja. Dibagi menjadi empat menjadikannya seperti terlalu mencari-cari. Tapi aku tidak berbohong bahwa aku menunggu Intelegensi Embun Pagi (IEP) sang pamungkas. Berharap bahwa buku terakhir itu bakal kembali pada nuansa pencarian Dee yang kurasakan dalam KPBJ. Berharap bahwa akhir ini bukan pertarungan baik versus jahat, tapi sebuah payung filosofis dan spiritual yang busa saja sureal. Ketika pembaca diajak untuk menjadi lebih cerdas mencari ketimbang disuapi materi.


200 halaman awal kubaca dalam beberapa jam, aku mendapat gelagat bahwa ekspektasiku tidak terpenuhi. Dan sampai halaman terakhir yang kubaca di atas pesawat Bandung - Kuala Namu, aku akhirnya menyimpulkan, Dee memang sudah nyaman dengan pembaca remajanya.700 halaman itu fantasi. Novel ini memang scifi dan thriller ketimbang spiritual dan filosofis. Novel ini hitam putih, dan maaf, sebagai penutup atas KPBJ yang akbar, IEP hanya berisi adegan kejar-kejaran Infiltran, Sarvara, dan Harbringer. Tentu saja demi drama dibuatlah twist di sana-sini. Nothing new, Dee telah nyaman. Dee telah memilih untuk terkonversi menjadi Sarvara. Sang posmo dan harbringer itu terkonversi oleh Perahu Kertas dkk.

IEP menyimpan jawaban dari misi Bodhi, Elektra, Zarah, Alfa, dan Gio. Jangankan misteri, semuanya serba menjadi teka-teki dengan jawaban tunggal. Ketika novel ini berbicara tentang keberanian untuk membebaskan, Dee justru melolohkan semua jawabannya dengan instan. IEP berisi deretan peristiwa ketimbang peristiwa bermakna. Aku tahu aku pasti dipisuhi oleh para penggemarnya, tapi ya sudahlah.

Mungkin alasan terbesar adalah Dee menjadikan misi para Harbringer menjadi begitu-begitu saja. Romantisme Zarah dan Gio tak terasa, Bodhi menjadi GPS, dan Alfa menjadi tokoh yang dipaksa harus ahistoris. Si Jaga Portibi yang berpeluang untuk misteri Alfa begitu saja menjadi body guard yang menye-menye. Aku bahkan gak begitu terenggut oleh Elektra dan Toni yang dengan kisah mereka yang mendadak menjadi garing dan oke mereka bodoh. Para Infiltran menjadi lebih bernuansa memang, tapi entahlah Liong, Kell, dan Kas yang memegang peran penting di sana lebih seperti sosok M di James Bond. Paling parah adalah para Sarvara, mereka benar-benar menjadi tidak bernilai. Andaikata ini Power Rangers, para Sarvara menjadi musuh yang tidak terlalu perlu dikhawatirkan. Sepanjang perjalanan mereka selalu punya cara disendat, benar-benar Dee tidak rela kekompakan gugus Asko hancur. Semua serba baik-baik saja.

Bedanya KPBJ dan Akar dengan IEP adalah bahwa masalah yang muncul di kedua buku itu adalah masalah substansial, eksistensial, subtil dan esensial. Sedangkan masalah di IEP adalag masalah yang dibuat-buat sendiri. Pembaca tidak mendapat bagian diberi rasa empati. Selain bahwa mereka dipaksa untuk mengerti masalah yang dibuat Dee dan diselesaikan sendiri. Seperti mendengarkan anak kecil atau remaja labil yang ngambek. Self-service, masturbasi. Dan kita diajak ikut senang ketika para tokoh akhirnya berorgasme bersama-sama.

Dee memang mencoba memasukkan unsur geometri dan mitos seluruh dunia dalam novel ini. Dee membaca! Benar! Dee tidak malas membaca! Tapi sayang dia membaca dengan cara membaca cepat, dan apa yang tertangkap dari membaca cepat, hanya kesan, bukan pesan. Referensi yang memukau di KPBJ dan Akar yang benar-benar mengakar, hanya menapis permukaan di IEP. Isinya adalah kejar-kejaran. Sudahlah ini gaya Bond movie. Dan jangan kaget jika ada serial baru melanjutkan Supernova. Mungkin judulnya Meteor atau Pluto, the Dwarf Planet.

Tapi bukan berarti jelek. Artinya bahwa novel ini akan punya pembacanya sendiri, yang aku yakin sasarannya adalah remaja dan pemuda awal. Dee yang kuanggap akan menuju Tolkien akhirnya memang memilih menjadi Rowlings. Sebagai koleksi, entahlah, tp karena aku senang mengoleksi akan kukoleksi lah. Tapi jika koleksi itu hilang, aku hanya akan menangisi hilangnya KPBJ dan Akar. Dapat seri PDF untuk keempat yang lain sudah cukup lah.

Maaf untuk para Addeection, halaman bermain kita berbeda. Tapi kalian hebat untuk tetap setia. Dan itu luar biasa.

Semoga Dee menyempatkan diri merasa dan bergumul lagi, hidupnya yang bahagia sekarang membuatnya menulis jurnal ketimbang mencari. Dee sudah menemukan jawaban pertanyaan-pertanyaannya: dengan menjadi Sarvara yang emosional. Maaf Dee...
Tags :

4 comments:

  1. versi pdf nya dong mas, upload. pengen baca nih :)
    belum sanggup membeli buku soalnya hahaha

    ReplyDelete
    Replies
    1. gak usah minta pdf, kamu dateng ke sini tak kasih bukunya ...

      Delete
  2. woaahh...
    just amazing review! saya belum baca sih tapi saya termasuk yang suka dengan seri supernova, so yah jadi bahan pertimbangan untuk beli buku IEP atau nggaa.. hee
    thanks mas gide buono

    ReplyDelete