Menarik mengikuti perkembangan dialog (debat) yang muncul di berbagai media belakangan ini tentang Ketua DPR dan Freeport. Salah satu pembela SN paling keras adalah Fadli Zon yang fenomenal itu.
Fadli Zon menanggapi setiap pertanyaan di wawancara dengan Najwa, ILC, maupun wawancara dengan sangat meyakinkan. Bahkan kadang cenderung agak ngeyel, sehingga lawan bicaranya hampir tidak memiliki kesempatan bicara. Ink cara yang ampuh untuk memancing emosi sehingga orang akhirnya melepaskan fokusnya pada kasus yang sebensrnya, dan terbelokkanlah ke masalah lain konsentrat misalnya. Maka setelah itu pembicaraan pun tidak lagi terfokus ke masalah (transkrip) rekaman pembicaraan SN dengan petinggi Freeport itu. Upaya pembelokan seperti ini memang biasanya ampuh dalam menggoyahkan opini publik (jika publik kurang mengetahui rekam jejak orang-orang yang terlibat dalam pembicaraan dan konteks perundangan yang sedang dibicarakan). Dan seringkali manuver-manuver demikian kurang cepat ditanggapi (kurnag disiapkan) oleh lawan bicaranya. Sehingga pembicaraan lalu berbelok ke arah yanh ditunjukkan Fadli Zon ketimbang topik utama yang sedang dibicarakan.
Dalam film Thank You for Smoking pembicaraan demikian semacam, "Pabrik rokok ini kan berbahaya, kenapa tidak dilarang?" dan jawaban untuk itu bukan jawaban linear "Perundang-undangan kita...." atau "Karena pabrik rokok..." tetapi dengan cara lateral dijawab, "Selama ini kita tahu coklat berbahaya, tetapi pabrik coklat juga tidak dilarang. Coba apa Anda pernah dengar larangan kepada pabrik coklat?" Ketimbang melanjutkan pembicaraan tentang pabrik rokok orang akan cenderung membicarakan pabrik coklat. Satu kosong untuk Fadli Zon.
Padahal kalau kita mengikuti transkrip pembicaraan antara Fadli Zon dengan lawan bicaranya sampai selesai, kita hanya akan menemukan kenyataan, Fadli Zon yang menyatakan, "(1)Rekaman pembicaran itu kan belum diteliti. (2) Mengapa pembicaraan direkam? Bisa jadi ini manuver politik. (3) Anggota dewan berhak untuk mengadakan pembicaraan dengan siapa pun." Semua pertanyaan Fadli Zon ini benar. Tapi jika diperiksa sungguh-sungguh itu adalah logika falus dalam konteks utama. Mengapa demikian?
(1) Proses hukum oleh MKD sedang berjalan dan dan rekaman itu bukan pertemuan pertama. Secata kontekstual, bukan pertemjan pertama menunjukkan bahwa ada pembicaraan sebelumnya yang mengarah pada pembicaraan yang direkam tersebut. Dalam hal ini satu-satunya yang bisa menjadi saksi atas rekaman yang sudah diakui oleh SN itu adalah testimoni dari lawan bicaranya. Dan ini yang belum muncul karena sistem perlindungan saksi. (2) Bahwa ini bukan pertemuan pertama dan publik berhak merekam pembicaran mereka dengan siapapun. Saya berhak merejam pembicaraan saya dengan pacar saya. Nah dalam rangka pe egakan antikorupsi di negara ini, hal itu menjadi dimungkinkan. Apalagi posisi SN sebagai ketua DPR. Lagi-lagi tidak kontekstual kalau dilepaskan dari pihak-pihak yang terlibat. (3) Dan apakah ini hal yang wajar di tengah panasnya pembicaraan tentang PT Freeport yang sekarang sedang marak? Dan topik bahasannya demikian lalu 11,9 dll.
Dalam hal ini cara bermain Fadli Zon adalah dengan logika falus. Logika internal yang jika dibaca secara proof-texting bisa benar, tetapi dalam kerangka yang lebih luas justru tidak berakar selain dari potongan-potongan/ kepingan-kepingan fakta yang tidak jangkep dan diangkari dari keutuhannya. Ini adalah logika yang selfcenter, meletakkan pembenaran pada pernyataan sendiri berdasarkan sudut pandang sendiri. Yang memang didukung oleh posisi Fadli Zon sebagau pembuat undang-undang.
Bagaimana lalu menanggapi hal ini? Satu2nya cara adalah jangan berpikir linear tetapi lateral, atau diarahkan kembali ke fokus permasalahan. Yang kedua adalah pembicaraan hukum secara kontekstual dan tidak berdasar kepingan-kepingan. Dan memang diskusi dengan para pe cetus logika falus itu butuh stamina yang sustainable dan ketenangan. Sekali terpancing, masuklah ke dalam wacana yang dibawanya.
No comments:
Post a Comment