Sore hari ini aku harus menyelesaikan sheet musik yang susahnya minta ampun. Panjangnya hanya 2 halaman, mungkin tidak lebih dari 45 bar. Nyatanya dari jam 3 sore sampai hamnpir jam 7 tidak selesai-selesai. Padahal partitur itu harus dipakai latihan jam 7. Bersama dengan lelah dan panik yang bertimbunan, kepalaku sakit tidak terkompromi. Masih juga BBM berdang ding yang berpesan sama sekali tidak penting. Emosiku memuncak setinggi-tingginya.
Tiba-tiba saja perasaan yang lain terbawa. Aku berjuang untuk apa? Apakah sheet 2 halaman itu akan dihargai sebesar perjuangan berat itu. Aku bekerja dengan gaji sangat kecil, seharusnya dengan perjuangan seberat yang kulakukan, aku layak mendapatkan lebih. Aku nyatanya tetap bukan siapa pun. Beli kamera pun tak mampu. Besok aku mau naik panderman, dan aku tidak tahu apakah uangku akan cukup. Aku kesepian. Aku selalu sendirian. Aku berharap ada orang hebat yang datang, smart and witty kepadaku, nyatanya aku masih saja sendiri. Aku jelek. Aku hitam gendut. Rambutku tidak jelas. Semuanya muncul begitu saja. Aku ditinggalkan oleh orang-orang yang kucintai. Selalu begitu.
Entah bagaimana aku mengetikkan "Ampuni bila kami..." di papan pencarian google. Sebentar saja video Maria Shandi menyanyikan lagu mengampuni mengiangkan suaranya yang lembut.
Ketika hatiku tlah disakiti, ajar ku memberi hati mengampuni
Ketika hidupku tlah dihakimi, ajak ku memberi hati mengasihi
Ampuni bila kami tak mampu mengampuni yang bersalah kepada kami
Seperti hati Bapa mengampuni mengasihi tiada pamrih
Dan aku tiba-tiba menangis mengguguk sekeras-kerasnya. Menyamai suara dua speaker di depanku. Aku tidak bisa mengampuni Tuhan. Aku tidak bisa mengampuni diriku sendiri. Aku terus menangis sambil terus mengerjakan sheet musikku.
Ada hal yang aneh yang kurasakan. Tiba-tiba sakit kepalaku hilang. Air mata sudah menguras semua emosiku. Yang berat tiba-tiba terangkat dengan air mata. Perasaan yang bergelimangan surut dalam air mata. Dan jam 7 kurang seperempat sheet musik itu selesai. Dan air mata telah membuatku segar.
Aku memaknainya begini: Ini jawaban yang diberikan Tuhan. Bukan memberi sesuatu yang kumarahkan kepadaNya, tapi dia memberiku persis apa yang kubutuhkan saat itu. Kepala yang tenang dan sehat menyelesaikan tugasku, tepat pada waktunya. Dan aku semakin menangis sejadinya melihat bagaimana cara kerjaNya. Terapi menangis dipakainya untuk mengangkat yang kutimbunkan tidak penting.
Tiba-tiba saja perasaan yang lain terbawa. Aku berjuang untuk apa? Apakah sheet 2 halaman itu akan dihargai sebesar perjuangan berat itu. Aku bekerja dengan gaji sangat kecil, seharusnya dengan perjuangan seberat yang kulakukan, aku layak mendapatkan lebih. Aku nyatanya tetap bukan siapa pun. Beli kamera pun tak mampu. Besok aku mau naik panderman, dan aku tidak tahu apakah uangku akan cukup. Aku kesepian. Aku selalu sendirian. Aku berharap ada orang hebat yang datang, smart and witty kepadaku, nyatanya aku masih saja sendiri. Aku jelek. Aku hitam gendut. Rambutku tidak jelas. Semuanya muncul begitu saja. Aku ditinggalkan oleh orang-orang yang kucintai. Selalu begitu.
Entah bagaimana aku mengetikkan "Ampuni bila kami..." di papan pencarian google. Sebentar saja video Maria Shandi menyanyikan lagu mengampuni mengiangkan suaranya yang lembut.
Ketika hatiku tlah disakiti, ajar ku memberi hati mengampuni
Ketika hidupku tlah dihakimi, ajak ku memberi hati mengasihi
Ampuni bila kami tak mampu mengampuni yang bersalah kepada kami
Seperti hati Bapa mengampuni mengasihi tiada pamrih
Dan aku tiba-tiba menangis mengguguk sekeras-kerasnya. Menyamai suara dua speaker di depanku. Aku tidak bisa mengampuni Tuhan. Aku tidak bisa mengampuni diriku sendiri. Aku terus menangis sambil terus mengerjakan sheet musikku.
Ada hal yang aneh yang kurasakan. Tiba-tiba sakit kepalaku hilang. Air mata sudah menguras semua emosiku. Yang berat tiba-tiba terangkat dengan air mata. Perasaan yang bergelimangan surut dalam air mata. Dan jam 7 kurang seperempat sheet musik itu selesai. Dan air mata telah membuatku segar.
Aku memaknainya begini: Ini jawaban yang diberikan Tuhan. Bukan memberi sesuatu yang kumarahkan kepadaNya, tapi dia memberiku persis apa yang kubutuhkan saat itu. Kepala yang tenang dan sehat menyelesaikan tugasku, tepat pada waktunya. Dan aku semakin menangis sejadinya melihat bagaimana cara kerjaNya. Terapi menangis dipakainya untuk mengangkat yang kutimbunkan tidak penting.
aku sudah lama tidak menangis. kurang sehat rasanya heheheh
ReplyDeleteMenangislah hahaha...
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeletebelakangan ini aku sering menangis
ReplyDeletenampaknya terapi itu ga berjalan dengan baik untukku