Whatever you want...

Monday, June 22, 2015

Doa

| No comment
Miss Orris duduk di kursinya. Memandang sekelas dengan sangar. Garang. Anak-anak menunduk. Aroma ketakutan memendar mengisi bangku-bangku. Pagi masih dingin, tapi tubuh anak-anak itu kepanasan. Telinga mereka merah menahan kegelisahan. Lisa yang duduk di paling depan mulai mengambik hendak menangis. Menahan kuat-kuat sampai pipinya kesemutan.

Mis Orris tak juga bicara. Dia bangkit pelan-pelan. Menuliskan besar-besar di papan tulis. Getaran tangannya tergambar dalam goresan huruf-huruf itu. Tampak kegemasan yang ditekan, membuat tulisannya lebih terang dari biasanya.

BERDOA

Cukup satu kata. Dan seisi kelas merasa bersalah. Pagi ini harusnya mereka sudah berdoa dan membuat prakarya. Tapi ternyata Miss Orris yang ijin terlambat 15 menit membuat mereka merdeka. Artinya: mereka bebas membuat kekacauan. Penggaris segitiga masih bertengger di atas meja Aris, habis dipakai berperang dengan penggaris plastik Era yang sekarang rompal di beberapa bagian. Gumpalan-gumpalan kertas, beberapa bertekuk pesawat terbang, berceceran di sepanjang lorong antara bangku-bangku. Tidak ada yang berani mangambil. Beberapa anak berantakan, rambut dan bajunya. Ujungnya keluar dari dalam celana dan rok mungil mereka. Semua sirep seketika Miss Orris masuk kelas. Anak-anak itu duduk tergesa dengan terpaksa. Dengan beban mental yang tidak terkira, demi melihat mata nyalang gurunya.

Aris mengangkat tangannya. Miss Orris tak segera menyilakan. Gerakan kepalanya saja. Tangannya masih bersedekap di depan dadan. Aris maju.

"Teman-teman mari kita berdoa!"

Semua langsung mengambil posisi. Tangan dilipat di atas bangku. Kepala menunduk, Mungkin lebih karena takut daripada khusuk.

"Tuhan Yesus yang baik," Kata-kata itu meluncur dengan terbata. Masih tergambar ketakutan yang belum tuntas. Seorang Aris yang biasa berkeliaran kelas dan mengganggu teman yang lebih kecil pun tak kuasa melawan gurunya yang tampak rapuh dengan kacamata besar di atas hidungnya. "Kami mau ... mau memulai lagi pelajaran... Tuhan Yesus kiranya memberi terang, agar ..." dia diam cukup lama. Mencari gandengan kata-katanya. Dia tampak kesulitan. Tapi tak ada yang nampak ingin membantunya. Tidak juga Miss Orris. ".. agar kami pintar dan mengerti. Kirimkan juga malaikatmu menamani Miss Orris, agar sabar menemani kami. Amin!" Semua mengangkat kepala, Menatap kepada gurunya. Aris duduk.

Miss Orris tetiba tersenyum, "Miss Orris minta maaf." Dia menatap mata-mata seisi kelas. "Miss bukan bermaksud membuat kalian takut. Tapi Miss mau kalian jadi anak yang baik tanpa disuruh. Tidak perlu diawasi terus menerus. Apa Miss Orris pernah marah kalau kalian berlarian di kelas selama ini? Tidak kan?" Dia menghembuskan napas, "Tapi kita tahu hari ini kita mau ada pemeriksaan kelas. Kalau kita tidak siap-siap. Bukan Miss Orris yang rugi. Tapi kalian. Kalian tidak bisa menunjukkan diri kalian yang sesungguhny. Yang rajin dan pintar. Kreatif. Menyenangkan." Miss Orris kembali duduk di kursinya. "Yang nanti dimengerti orang, kalian anak-anak nakal. Kalian kan anak-anak baik, mau disebut nakal?"

Tidak ada yang menjawab.

Kali ini Miss Orris berbicara lebih renyah, "Baik kita bereskan bekas kerusuhan ini." Dia menepuk tangannya beberapa kali. "Ayo semangat. Miss Orris tidak marah. Miss Orris minta maaf, ya!" Dia bertepuk tangan lagi, meminta anak-anak itu bergegas.

Linda mengangkat tangannya. "Miss, saya minta maaf!" Beberapa anak lalu ikut mengacungkan jarinya. Menyatakan permintaan serupa. Miss Orris tersenyum, membuka tangannya lebar-lebar. Anak-anak itu langsung berdiri dan berjalan maju. Satu per satu memeluk guru mereka di depan. Miss Orris juga mencium kening mereka satu-satu. Mereka berdamai.

Senyuman kembali tergambar. Wajah ketakutan menghilang. Tinggal tangan-tangan ceria yang siap memunguti sampah dan mengembalikan kelas pada kondisi semula. Miss Orris tanpa sadar meneteskan air matanya. Bagaimana mungkin bisa merasa kecewa dengan anak-anak ini. Ah, anak-anak, selalu punya mantra untuk membuat orang dewasa menangis dan tertawa bersamaan. Mantra yang tak pernah gagal. 
Tags : , ,

No comments:

Post a Comment