SPIRITUALITAS
Beberapa waktu ini aku menemukan kembali passion membacaku. Haleluya! Kemunculan yang terduga itu seperti menemukan kupu-kupu langka ketika sedang membersihkan rumah. Di saat yang tak disangka, di tempat yang tak diperkirakan sebelumnya. Tapi mungkin demikianlah takdir menuliskan dirinya. Tidak pernah kita sangkakan. Kemungkinan selalu terbuka, untuk apa pun. Apakah ada yang menulisnya? Mungkin, tapi jangan-jangan kebutuhan kita pada suatu ketika hanyalan menikmati segala yang tersaji di depan. Tanpa pretensi, tendesi, alih-alih daya untuk membengkokkannya. Menemukan momentum adalah suatu hal yang ajaib. Mungkin tidak benar-benar menemukan, tetapi hanya menyadari.
Aku mungkin membawanya pada hal yang terlampau jauh: ketidakmungkinan hanyalah berlaku untuk ketidakmungkinan itu sendiri. Segala hal yang lain mungkin. Ketikdamungkinan adalah cara manusia membahasakan sesuatu yang terlalu mahal bagi kemampuan manusia pada saat tertentu. Sebut saja menyentuh yang Ilahi. Ini adalah gambaran yang teramat pelik, entahlah mengapa spiritual akhirnya menjadi semacam puncak-puncak capaian, karena spiritualitas adalah perjalanan mahal tanpa kendaraan yang kasat. Yang kasat ini memang menjadi filter yang cukup kuat untuk kemungkinan-kemungkinan. Menyadarkan pada sebuah lembar cakrawala tipis, epidermis kemungkinan.
Seperti air sungai yang tidak habis-habis manusia mewadahi spiritualitas dengan gelasnya yang hanya secupuk. Lalu tidak jarang wadah ini mereka agung-agungkan, mereka puja-puji dengan kesungguhan. Syukurlah dan sial bersama-sama. Keterbatasan untuk menjelajahi semesta berkat wadak ini membuat manusia menemukan bahwa semesta besar ini terwadahi dalam semesta yang lebih kecil. Diri. Namun betapa semuanya mendadak kelu, ketika mereka membentikkan gelas satu dengan gelas yang lain dengan sewenang-wenang.
HUKUM CINTA
Kekonyolan yang jenaka adalah melihat coret-moret yang kebanyakan dilakukan anak-anak muda gatal di dinding-dinding tempat publik. Ada pola yang murahan sekaligus mahal bersama-sama. Berjalanlah ke WC-WC umum di stasiun, terminal, dan kita akan menemukan jajaran nomor telepon yang tergurat memohon-mohon dengan sangat seks dan uang. Tertulislah di sana, nama bersama nomor-nomor telepon orang-orang yang kesepian. Di sisi lain di tembok-tembok yang lebih terbuka tersurat nama-nama yang saling mencintai. Indri love Indra, Kawul love Indah, Indro love Indra, Intan love Indri. Bahkan di truk-truk pengangkut pasir tertulis "Demi Anak Istri" atau sekadar "Doa Ibu". Nyatalah bahwa dalam semuanya, jarak terdekat dengan ketidakmungkinan kadang bukan sebuah riset yang berbelit, tetapi terjajal dalam cinta.
Golden Rule dari berbagai macam agama menempatkan cinta sebagai getaran yang terus menerus merambat, bergema, meluruh, menguat, ereksi, dari semua catatan aturan hukum yang sipil dan sepele. Nada dan aroma cinta tercium di mana-mana. Dalam Kekristenan konon Yesus adalah utusan Sang Maha Agung, Sang Pecinta yang cintaNya kerap tak dibalas-balas, tak dimengerti namun tak putus asa. Waktu hidupnya yang hanya 30 tahun tidak mungkin berbicara bertele-tele untuk mewadahi segala kemungkinan yang telah terjadi dalam bilyunan tahun. Akhirnya dalam 30 tahun itu, dia hanya menceritakan hal-hal yang penting, entah dimengerti oleh manusia atau tidak. Beberapa lalu menceritakannya dengan cara yang paling kasar, syariat, yang lain tidak tergesa dan menunggu sampai tuntas, sampai menyimpulkan bahwa hukum terbesar tidak lain adalah cinta itu sendiri. Cintalah pusat pertemuan segala kemungkinan-kemungkinan, bahkan yang tidak terjembatani.
Buddha mengajarkan dengan lebih bebas. Caranya menghubungkan diri dengan semesta tidak lagi terbatasi oleh dimensi fisik. Dia menjelaskan dengan realitas-realitas abstrak yang bersama dengan kemudahanan ditangkap di udara, seberat itu juga dimengerti dalam khazanah yang lebih pekat warna. Paradoks-paradoks hidup digambarkan dengan cara yang unik, menantang, namun juga menenangkan.
Hindu mewujudkkannya dengan simbol penghancur, pemelihara, dan penghidup yang sama-sama kuat. Avatar-avatar dilahirkan oleh sosok seorang Wisnu. Mendekatkan yang jauh dengan yang sesehari. Dashavatara adalah konsep paling gila tentang bagaimana cinta menjelma dan menjaga dan menjalin kehidupan. Matsya, Kurma, Varaha, Narasimha, Vamana,Parashurama, Rama, Krishna, Buddha, Kalki adalah sepuluh gambaran tak terbatas wadak yang menyederhanakan cinta yang tak habis-habis ini. Kesepuluh sosok Wisnu ini mebentang dari ikan sampai seorang harbringer masa depan.
Ternyata hal paling dasar dari kunci semesta sejak dentuman besar yang memuaikan ruang dan waktu itu tidak lain sesuatu yang sudah dikenal manusia sejak terbentuknya diri menjadi embrio dan mati. Hal yang dirindukan dengan amat sangat, yang membuat mereka putus asa sekaligus mendamba. Hal yang membuat mereka penbuh sekaligus kosong pada saat yang sama. Membuat mereka terikat namun juga melepaskan. Cinta.
SIMBOL
Simbol-simbol untuk cinta tak terbatas pada sosok-sosok agamis yang kemudian dikultuskan dalam gambaran-gambaran di atas. Namun juga dalam simbol yang dirindukan tetapi ditabukan umat manusia. Seks. Di dalamnya ada persatuan, bahwa cinta tak pernah pada dirinya sendiri memencarkan saja, tapi cinta mengikat. Tidak lagi ada dua, tiga, lima, tetapi semua menjelma satu. Lingga menyatu Yoni, Penis menyatu Vagina, Gelap menyatu Terang, Sakit menyatu Nikmat.
Simbol menjadikan ketidakmungkinan menjadi mungkin terjelajah dalam sensasi yang paling purba. Melekatkan yang tidak melekat karena sempat lupa. Simbol berdaya tajam untuk membuat orang tergiur dan terampas olehnya. Membawanya semakin dekat atau malah jauh dari yang disimbolkannya.
Hari ini jika ada yang paling patut diapresiasi sekaligus disayangkan adalah bahwa simbol ini menjelma makna. Maka bisnis pornografi menjadi marak. Seks menggantikan cinta. Dan sesuatu yang sebesar semesta kemudian mengecil pada sebatang penis dan selubang vagina. Dan manusia lalu mengejar enak, membuyarkan gambaran tentang semesta itu meluruh hanya dalam perkelaminan. Yang lebih taat mewadahinya dalam pernikahan, yang lebih liar mewadahinya dengan suka-suka. Maka ketidakmungkinan kemudian mampat menjadi kemungkinan paling dangkal.
Beberapa waktu ini aku menemukan kembali passion membacaku. Haleluya! Kemunculan yang terduga itu seperti menemukan kupu-kupu langka ketika sedang membersihkan rumah. Di saat yang tak disangka, di tempat yang tak diperkirakan sebelumnya. Tapi mungkin demikianlah takdir menuliskan dirinya. Tidak pernah kita sangkakan. Kemungkinan selalu terbuka, untuk apa pun. Apakah ada yang menulisnya? Mungkin, tapi jangan-jangan kebutuhan kita pada suatu ketika hanyalan menikmati segala yang tersaji di depan. Tanpa pretensi, tendesi, alih-alih daya untuk membengkokkannya. Menemukan momentum adalah suatu hal yang ajaib. Mungkin tidak benar-benar menemukan, tetapi hanya menyadari.
Aku mungkin membawanya pada hal yang terlampau jauh: ketidakmungkinan hanyalah berlaku untuk ketidakmungkinan itu sendiri. Segala hal yang lain mungkin. Ketikdamungkinan adalah cara manusia membahasakan sesuatu yang terlalu mahal bagi kemampuan manusia pada saat tertentu. Sebut saja menyentuh yang Ilahi. Ini adalah gambaran yang teramat pelik, entahlah mengapa spiritual akhirnya menjadi semacam puncak-puncak capaian, karena spiritualitas adalah perjalanan mahal tanpa kendaraan yang kasat. Yang kasat ini memang menjadi filter yang cukup kuat untuk kemungkinan-kemungkinan. Menyadarkan pada sebuah lembar cakrawala tipis, epidermis kemungkinan.
Seperti air sungai yang tidak habis-habis manusia mewadahi spiritualitas dengan gelasnya yang hanya secupuk. Lalu tidak jarang wadah ini mereka agung-agungkan, mereka puja-puji dengan kesungguhan. Syukurlah dan sial bersama-sama. Keterbatasan untuk menjelajahi semesta berkat wadak ini membuat manusia menemukan bahwa semesta besar ini terwadahi dalam semesta yang lebih kecil. Diri. Namun betapa semuanya mendadak kelu, ketika mereka membentikkan gelas satu dengan gelas yang lain dengan sewenang-wenang.
HUKUM CINTA
Kekonyolan yang jenaka adalah melihat coret-moret yang kebanyakan dilakukan anak-anak muda gatal di dinding-dinding tempat publik. Ada pola yang murahan sekaligus mahal bersama-sama. Berjalanlah ke WC-WC umum di stasiun, terminal, dan kita akan menemukan jajaran nomor telepon yang tergurat memohon-mohon dengan sangat seks dan uang. Tertulislah di sana, nama bersama nomor-nomor telepon orang-orang yang kesepian. Di sisi lain di tembok-tembok yang lebih terbuka tersurat nama-nama yang saling mencintai. Indri love Indra, Kawul love Indah, Indro love Indra, Intan love Indri. Bahkan di truk-truk pengangkut pasir tertulis "Demi Anak Istri" atau sekadar "Doa Ibu". Nyatalah bahwa dalam semuanya, jarak terdekat dengan ketidakmungkinan kadang bukan sebuah riset yang berbelit, tetapi terjajal dalam cinta.
Golden Rule dari berbagai macam agama menempatkan cinta sebagai getaran yang terus menerus merambat, bergema, meluruh, menguat, ereksi, dari semua catatan aturan hukum yang sipil dan sepele. Nada dan aroma cinta tercium di mana-mana. Dalam Kekristenan konon Yesus adalah utusan Sang Maha Agung, Sang Pecinta yang cintaNya kerap tak dibalas-balas, tak dimengerti namun tak putus asa. Waktu hidupnya yang hanya 30 tahun tidak mungkin berbicara bertele-tele untuk mewadahi segala kemungkinan yang telah terjadi dalam bilyunan tahun. Akhirnya dalam 30 tahun itu, dia hanya menceritakan hal-hal yang penting, entah dimengerti oleh manusia atau tidak. Beberapa lalu menceritakannya dengan cara yang paling kasar, syariat, yang lain tidak tergesa dan menunggu sampai tuntas, sampai menyimpulkan bahwa hukum terbesar tidak lain adalah cinta itu sendiri. Cintalah pusat pertemuan segala kemungkinan-kemungkinan, bahkan yang tidak terjembatani.
Buddha mengajarkan dengan lebih bebas. Caranya menghubungkan diri dengan semesta tidak lagi terbatasi oleh dimensi fisik. Dia menjelaskan dengan realitas-realitas abstrak yang bersama dengan kemudahanan ditangkap di udara, seberat itu juga dimengerti dalam khazanah yang lebih pekat warna. Paradoks-paradoks hidup digambarkan dengan cara yang unik, menantang, namun juga menenangkan.
Hindu mewujudkkannya dengan simbol penghancur, pemelihara, dan penghidup yang sama-sama kuat. Avatar-avatar dilahirkan oleh sosok seorang Wisnu. Mendekatkan yang jauh dengan yang sesehari. Dashavatara adalah konsep paling gila tentang bagaimana cinta menjelma dan menjaga dan menjalin kehidupan. Matsya, Kurma, Varaha, Narasimha, Vamana,Parashurama, Rama, Krishna, Buddha, Kalki adalah sepuluh gambaran tak terbatas wadak yang menyederhanakan cinta yang tak habis-habis ini. Kesepuluh sosok Wisnu ini mebentang dari ikan sampai seorang harbringer masa depan.
Ternyata hal paling dasar dari kunci semesta sejak dentuman besar yang memuaikan ruang dan waktu itu tidak lain sesuatu yang sudah dikenal manusia sejak terbentuknya diri menjadi embrio dan mati. Hal yang dirindukan dengan amat sangat, yang membuat mereka putus asa sekaligus mendamba. Hal yang membuat mereka penbuh sekaligus kosong pada saat yang sama. Membuat mereka terikat namun juga melepaskan. Cinta.
SIMBOL
Simbol-simbol untuk cinta tak terbatas pada sosok-sosok agamis yang kemudian dikultuskan dalam gambaran-gambaran di atas. Namun juga dalam simbol yang dirindukan tetapi ditabukan umat manusia. Seks. Di dalamnya ada persatuan, bahwa cinta tak pernah pada dirinya sendiri memencarkan saja, tapi cinta mengikat. Tidak lagi ada dua, tiga, lima, tetapi semua menjelma satu. Lingga menyatu Yoni, Penis menyatu Vagina, Gelap menyatu Terang, Sakit menyatu Nikmat.
Simbol menjadikan ketidakmungkinan menjadi mungkin terjelajah dalam sensasi yang paling purba. Melekatkan yang tidak melekat karena sempat lupa. Simbol berdaya tajam untuk membuat orang tergiur dan terampas olehnya. Membawanya semakin dekat atau malah jauh dari yang disimbolkannya.
Hari ini jika ada yang paling patut diapresiasi sekaligus disayangkan adalah bahwa simbol ini menjelma makna. Maka bisnis pornografi menjadi marak. Seks menggantikan cinta. Dan sesuatu yang sebesar semesta kemudian mengecil pada sebatang penis dan selubang vagina. Dan manusia lalu mengejar enak, membuyarkan gambaran tentang semesta itu meluruh hanya dalam perkelaminan. Yang lebih taat mewadahinya dalam pernikahan, yang lebih liar mewadahinya dengan suka-suka. Maka ketidakmungkinan kemudian mampat menjadi kemungkinan paling dangkal.
No comments:
Post a Comment