Whatever you want...

Tuesday, December 9, 2014

Yohanes Juru Baptis: Bersedia, Siap ... Yak!

| No comment
Yohanes mendapatkan tugas yang tidak umum: mempersiapkan jalan bagiNya. Tugas apaan itu? Pasti bukan tugas yang asyik. Setiap orang menuai masa kemuliaan jaya dimega mereka yang gemilang sebagai nabi, pembesar, dedewa. Tapi Yohanes tidak. Yohanes hanya penabur. Dan tugasnya tuntas setelah dia menabur, tidak lebih. Bukan dia yang akan menuai dan menikmati hasilnya. Seperti seorang guru, Yohanes hanya mengantar sampai ke pintu gerbang, sesudahnya itu bagianNya. 

Banyak orang berpikir bahwa Yohanes adalah dia yang terjanjikan oleh ramalan Nabi Purba Yesaya. Tapi Yohanes mati-matian mengatakan bukan dia yang mereka tunggu. Selayak Avatar Aang, Yohanes bukan Korra yang akan menjumpai dan bergelut dengan harmonic convergence. Yohanes hanya mendahului dan membuat orang sadar bahwa the real thing is coming, and it isn't coming yet. "Ayolah Yohanes, katakanlah bahwa kamu yang kami tunggu selama ini," dan Yohanes berkeras bukan. Dia bukan siapa-siapa, dia hanya suara yang berseru di padang belantara atau padang gurun terserahlah mau memakai yang mana. 

Kesadaran diri seorang Yohanes adalah kesadaran diri ajaib. Kesempatannya untuk menjadi tenar, terkenal, spektakuler terbuka lebar. Tapi dia menolak untuk mengaku-aku yang bukan bagiannya. Dia menyadari dengan rendah hati bahwa dia adalah sekadar pelayan. Bukan dia yang sedang ditunggu oleh jutaan orang dalam penjajahan itu. Dia melakukan tugas mulianya sampai dia mati dipenggal dengan tidak hormat dan sopan. Tapi justru di sanalah dia mendapatkan penghargaan dirinya dari Sang Pengutus. 

Apakah persiapan yang sedang dilakukan oleh Yohanes ini? Persiapan apa yang diharapkan oleh Sang Pengutus untuk dibawakannya kepada orang-orang yang datang kepadanya ke Sungai Yordan?

Kurikulum K13 adalah kurikulum yang menarik. Namun harus diakui bahwa kurikulum a la negara kontinental itu belum sebenar-benarnya dihidupi oleh masyarakat Negara Endonesah yang terbiasa dengan pendidikan berbasis guru mengajar murid di(h)ajar. Finlandia sebagai tempat bercokolnya ide akan pendidikan terbaik sejagad bumi itu tidak memiliki sejarah sama dengan Bangsa Endonesah selama ini. Pengalaman penjajahan itu telah mengikis keberanian bangsa maritim itu untuk menjadi maritim, menghela mereka dari kesadaran besar bahwa mereka negara kepulauan terbesar sepanjang lintasan Khatulistiwa. Cita-cita K13 mulia, sebagaimana dasar-dasarnya yang semakin memanusiakan manusia. Peserta didik bukan barang goblok, bukan tanah liat yang plonga plongo, mereka adalah jiwa-jiwa istimewa yang hanya perlu dihantar untuk menemukan diri dan dunia. Kurikulum K13 menghantar mereka ke sana. Namun K13 pun perlu dihantar agar bisa menjadi pola penghantaran yang tepat. 

Banyak guru di Indonesia harus dengan rendah hati mengakui bahwa mereka diajar dengan pola kumpeni, yang takut salah dan sekadar melakukan tugas. Tetapi sekarang mereka dipaksa menjadi profesional. Para peserta didik dibiasakan untuk mendengar dan duduk manis sedari kecil. Muatan tematik adalah muatan yang tampaknya serupa tapi memiliki mimpi yang berbeda dengan selama ini mereka hidup dan geluti. Maka sebenarnya antara K13 dengan proses kelas berjarak. Di sinilah pentingnya persiapan prakurikulum K13. Sayangnya karena tenggat waktu yang mepet atau dimepetkan karena kesadaran (atau kekhawatiran) akan pasar global yang menderu bagai mesin para manusia di dunia para na'vi dalam duni avatar, mereka harus mengejar dengan pontang panting. Para guru desa tak banyak yang bisa komputer, sedangkan anak-anak sudah aktif bermain facebook sejak mereka kenal angka, huruf, dan gambar. Para guru tak bersiap untuk kelas yang kacau sedangkan anak-anak sudah dibiasakan melompat-lompat dari laman satu ke laman yang lain oleh internet dan televisi. 

Inilah pentingnya persiapan. Karena tanpa persiapan mimpi indah K13 hanyalah kembang tidur yang menunggu kekecewaan atas kegagalan besar lagi, sistem CBSA terbukti tidak cukup terjangkau oleh para pendidik dan peserta didik. Tentu tidak semua, ada pula yang berhasil, mereka yang berhasil adalah mereka yang sadar bahwa proses belajar ini bukan memasak Indomie dengan bumbu jadi siap pakai. Mereka yang berhasil tahu rasanya teriris pisau, pedasnya lombok, dan asinnya garam. Mereka tahu bahwa tomat hanya akan menguarkan segar beberapa hari saja pasca pemetikan. Mereka tahu bahwa kucai berbeda dengan daun bawang. Persiapan itu sendiri proses. Proses itu penting dan dahsyat, tapi disertai kesadaran bahwa persiapan itu bukan segalanya, karena persiapan itu sejatinya adalah persiapan. Berjalan dengan persiapan membuat orang siap untuk bertemu 'yang sebenarnya akan mereka hadapi' tetapi tidak menjamin mereka akan berhasil. Tetapi tanpa persiapan, kemungkinannya akan menjadi kacau dan balau semakin pekat selayak malam tanpa bintang, gambaran orang-orang sunyi yang hebatnya juga gambaran orang-orang patah hati. 

Maka di sanalah pentingnya peran seorang Yohanes, sekaligus tidak pentingnya diri pribadinya. Bukan Yohanesnya yang mereka tunggu, tapi Dia yang sedang dipersiapkan oleh seorang Yohanes. Perihalnya adalah lebih pada apa yang dilakukan Yohanes dan bukan pada sosoknya yang memakan belalang dan madu hutan. Katakanlah Yohanes sedang mempersiapkan orang-orang di sungai itu untuk bertemu Sang Mesias, maka Yohanes adalah juru antar, kurir yang membawa orang bertemu dengan Sang Mesias. Anggap saja Mesias ini adalah Sang Sejati. 

Jangan pikir perjumpaan dengan Mesias akan mudah. Perjumpaan itu akan lebih berdarah-darah. Yohaneslah yang bertugas untuk menyiapkan mereka jika mereka berdarah-darah, terluka, bahkan mati dalam pahit. Tapi ada sebuah keyakinan dalam dirinya bahwa perjumpaan dengan Sang Mesias akan mengubah seseorang menjadi diri utuhnya. Mereka tidak akan sekadar menjadi bayang-bayang kaca yang buram dan samar-samar yang berkelut dengan jaring laba-laba kehidupan, tetapi mereka akan bersinar dan menjadi sempurna sebagaimana Bapa adalah sempurna. Namun bukan berarti tugas ini berhenti pada seorang Yohanes, tugas ini adalah juga tugas aktif mereka yang datang kepada Yohanes. Mereka harus aktif mengambil bagian dan tidak bisa terlena oleh pesona ritual dan mandeg di dalamnya. Mereka harus membuka dirinya dan ikut bangkit. 

Lalu apa tugasnya sebenarnya? Tugasnya adalah untuk membuat orang bersedia dan bersiap. Untuk apa? Tergantung bagaimana orang memaknai apa makna perjumpaannya dengan Sang Sejati. Jika orang memaknai perjumpaan dengan Sang Sejati ini sebagai momen pemenuhan diri, maka tugas Yohanes dan mereka yang datang kepadanya ke Yordan adalah untuk mempersiapkan diri menjadi penuh, sehingga ketika bertemu dengan Sang Sejati, mereka akan mampu untuk menjadi penuh. Jika perjumpaan dengan Sang Sejati berarti pertobatan setobat-tobatnya, maka orang harus menjadi siap untuk bertobat, yang di dalamnya ada mata pelajaran pengakuan diri, pendamaian dengan diri sendiri dan orang lain, kerendahhatian, ketekunan, kesetiaan, kesediaan untuk diubahkan dan mengubahkan, dan mata pelajaran lain yang bersesuaian. Jika perjumpaan dengan Sang Sejati berarti keselamatan, maka orang perlu mempersiapkan dan dipersiapkan untuk menjadi selamat. Orang Kristen menyebutnya dengan berjaga-jaga akan hari dan saatnya.

Guru, Pendeta, Orang tua (atau bahkan setiap orang bagi yang  lain) adalah beberapa tuladan hari ini seorang Yohanes Juru Baptis. Bukan mereka yang akan menyenyam nama ketika mereka yang didampingi akhirnya menjadi Bodhisattva. Kebanggaan mereka bukanlah atas keberhasilan mereka. Merekalah yang layak dengan rendah hati mengakui mereka bukan siapa-siapa. Karena yang siapa-siapa adalah Sang Sejati yang sedang dipersiapkan oleh mereka  untuk dijumpai mereka yang didampingi. Maka salah kaprah besar kalau mereka ingin tenar, salah paham raksasa kalau mereka ingin dikenang, hilang dirilah mereka ketika mereka ingin menguasai. Jika pun ada kehormatan, kehormatan mereka adalah menjadi pemegang bendera lintasan lari, dan meneriakkan "Bersedia! Siap! Yak!" sambil berbisik lembut, "Mudah-mudahan aku, kamu, kita semua, bisa bertemu di garis finish!"
Tags :

No comments:

Post a Comment