"Aku sudah menghubungi tempat penyewaan tenda dan sleeping bed, tenda yang buat empat orang gak ada, tinggal yang buat dua orang. Aku pesen dua. Aku gak tahu, mau pesen sleeping bed berapa?" Erni sudah selesai mandi dan bersiap.
"Sleeping bag?" tanyaku. Erni mengatakan itulah kira-kira. Akhirnya hari ini rencana naik Nglanggeran berpotensi terwujud juga.
"Nanti sebelum berangkat kampus, kita mampir dulu ke penyewaan, ya!"
"Emang kamu masuk jam berapa?"
"Jam sembilan sudah harus sampai di toko buku sebenarnya, tapi tenang saja lah, nanti aku ijin terlambat sebentar." Erni tampak ayu dengan gayanya yang berantakan, rambutnya diurai. Beberapa tahun tidak bertemu dengannya kami menjelma manusia-manusia yang lain dari terakhir kali kami ketemu.
"Besok itu ada Sendratari Ramayana, kamu jadi ikut, kan?"
Erni hanya megangkat bahu, "Aku jujur gak punya uang, Kang! Nanti lah ya kita lihat. Atau kalau boleh, aku nemenin kamu ke Nglanggeran, tapi gak ke Ramayana. Boleh, kan?" Sebenarnya disayangkan sekali, tapi tidak masalah pikirku, aku mengangguk saja. Uang sakuku tidak akan cukup untuk membayari dua orang, tiket VIPnya dua ratus ribu, sedangkan yang kelas 2 seratus ribu, masih mungkin sebenarnya. Tapi coba nanti aku hitung-hitung lagi. Aku seperti orang ngidam.
"Anggi pernah nonton itu! Kelihatannya dia ambil tiket yang seratus dan dia bilang itu lumayan kok. Daripada kudu bunag-buang duit dua ratus ribu kan?" Sahut Erni.
"Oh, ya! Minta nomor dia dong!"
Erni memberikanku nomor Anggi, dan aku menekan nomornya. Nada tunggu sekian detik. Keren banget, tidak kusangka si Anggi kecil yang pikirku anti tradisi itu menonton Ramayana. Tapi ketika kemarin aku menulis status bahwa aku di Jogja, si Anggi kecil memang sempat mengatakan, "Enak banget Mas Gide bolak-balik ke Jogja, jadi ngiri!"
"Halo!" Suara di ujung telepon menjawab. Laki-laki.
"Halo Angginya ada?"
"Iya ini Anggi." Jawab suara itu.
"Loh! Kok!" Aku menjauhkan bibirku dari telepon dan berteriak sekeras-kerasnya. "Erni! Anggi kok laki-laki!"
Erni tertawa di dalam, "Anggi emang laki-laki! Kamu pikirnya Anggi 2005 ya, bukan! Ini Anggi yang temanku jaga di toko buku. Dia yang pernah nonton Ramayana."
Aku kembali ke teleponku, "Anggi! Kamu laki-laki ya? Aku gak kenal kamu! Aku Gideon, kamu kenal aku gak?" Pertanyaan macam apa itu.
Suara di telepon tertawa. "Iya aku kenal Mas Gide. Aku juga di Teater Terong Sidji kok. Wah yang lagi liburan nih!"
"Kok aku gak tahu kamu?" Setelah kupikir-pikir lagi aku baru sadar betapa sopannya pertanyaanku kepada anak itu.
"Aku masuk pas Mas Gide udah keluar dari Terong."
Maka aku menanyakan tentang Sendratari Ramayana. Aku tidak terlalu persis mendengar apa yang dia katakan. Sinyal di rumah ini memang benar-benar parah. Tapi kira-kira Anggi mengatakan kepadaku bahwa dia dulu menonton yang kelas 3, itu tiketnya seratus ribu. Perasaan gak ada kelas 3? Dia kemudian menyebutkan urut-urutan kelas penontonnya, ternyata sudah berbeda dengan yang sekarang. Dia mengatakan tentu saja paling enak menonton di kelas VIP, dapat snack lagi, dan posisiny pas di depan panggung, dan adegan Anoman Obong memang paling bagus dilihat dari sana. Tapi dia memilih tiket kelas 3, karena itu yang paling pas dengan kantongnya pada waktu itu. "Dan andaikata aku disuruh mengulangi, aku tetap akan mengambil yang kelas itu, Mas."
"Kamu gak pingin nonton lagi ya?"
"Kalau sekarang enggak, Mas! Belum ada anggaran ke sana." Aku tertawa, dia tertawa. "Terima kasih, ya, Anggi laki-laki!" Dia tertawa lagi, "Selamat menonton, Mas!" Dan telepon selesai.
Kok jadi ada empat kelas, padahal di website hanya 3 kelas. "Erni pinjem internet!" Erni meminjamkan laptopnya kepadaku. Aku melihat di facebooknya, dia membuka Jogja Camping, tempat penyewaan alat berkemah. Oh ini dia. Dan aku mencari tentang Sendratari Ramayana, jadwal dan harga tiketnya. Ada nomor kontak yang bisa dihubungi di sana.
Aku menghubungi nomor itu. Dan seorang perempuan mengangkat teleponnya, "Ramayana Prambanan, selamat pagi!" Ramah sekali. Aku menanyakan tentang pertunjukan besok. Dan perempuan di telepon itu menjelaskan bahwa pertunjukannya ada empat babak, mulai pukul setengah delapan malam, selesai pukul sepuluhan. Aku bertanya tentang tempat duduk, dan mbak itu menjelaskan kepadaku sebentar. "Gini saja, Mas kasih aku emailnya, nanti aku emailkan tentang panggung teaternya." Maka aku menyebutkan emailku. Entah sinyalnya yang memang sedari tadi mampet kayak hidung kena pilek, atau mbaknya yang agak budi, tapi rasanya aku sampai harus berteriak-teriak. "gidehb, Mbak! Gondrong Ibu Dodol Emping Habis Brutal" Dan mbak itu mengulang dengan lebih tepat, "Golf India Delta Echo Hotel Bravo at gmail.com, ya!" "Ya benar, Anda layak dapat bintang!" Dan suara mbaknya tertawa-tawa. Dia berjanji akan mengemailkan sebentar lagi.
Aku menutup telepon, "Siapa Anggi, Er?"
"Anggi itu temanku yang jaga di toko buku. Dia orang yang mencintai terlalu banyak. Memberikan cinta tanpa batas, walaupun mungkin cinta itu mungkin tidak bersambut. Orang yang berbahagia dengan mencintai."
"Keren banget!"
"Ayo berangkat, nanti mampir ke tempat persewaan alat kemping dulu. Aku sudah ijin sama Bu Indri telat, bilangnya mau ke perpus mengecek ulang skripsi!"
"Dasar sialan lu! Gak apa-apa emangnya?"
Erni mengangguk. "Paling cuma terlambat seperempat jam, gak masalah. Sesekali lah!"
Aku menggeleng sambil tertawa lepas, "Oke! Berangkat!"
No comments:
Post a Comment