Whatever you want...

Thursday, October 23, 2014

Yogyakarta: Gelarlah Selimut Cinta 12

| No comment
Rabu, aku bangun dengan perasaan aneh. Aku menemukan diriku di kos Yosia sendirian. Seperti berada di tempat yang sangat asing. Entahlah, aroma melati kering yang ditaburkan Yosia di depan kipas anginnya jelas membuat kepalaku berdenyutan. Tanpa Yosia, kamar itu seperti rumah mati dengan barang-barang yang ditumpuk demikian saja di belakang lemari. Dingin.

Sudah hampir jam enam pagi, aku lebih baik segera berangkat ke tempat Erni. Tapi sebentar, aku mengingat-ingat rencana kami hari ini. Nanti siang kami akan naik ke Nglanggeran, Gunung Api Purba di Jogja. Desi P tidak mengkonfirmasi lagi ikut atau tidak. Aku mengingat kegeramanku lagi dengan orang-orang itu, mereka yang sok manis di mulut. Sialan! Lebih baik aku menelpon Dessy dan Dioz, siapa tahu mereka ikut. Dessy kebetulan pulang mengajar siang. Atau aku mengajak Jay, kebetulan dia masih di Jogja. Atau siapa lagi, beramai-ramai pasti lebih baik. 

Aku mendengar suara orang menyapu di luar, mungkin ibu kosnya. Lama sekali rasanya mendengar suara sapunya, halaman itu tidak seluas-luas itu untuk disapu sedemikian lama. Ah, aku keluar nanti saja kalau suara sapu itu sudah hilang, aku tidak ingin ada yang mengetahui keberadaanku di sini. Tamu tanpa tuan rumah.

Aku menelpon Dessy, dan dia menanyakan detail yang bermacam-macam. Mendengar deretan kalimat pertanyaan itu aku sudah hampir yakin bahwa dia tidak akan bisa ikut. Tapi dia masih mengatakan, "Nanti lah ya lihat!" Aku selalu kesal, kenapa sih orang-orang itu tidak cukup berani untuk mengambil resiko, keluar dari zona amanmu. Enjoy your short life! Satu hari di Nglanggeran tidak akan membuatmu kehilangan terlalu banyak hal. Percayalah! Tapi sudahlah, aku tidak bisa memaksakan diriku kepada mereka. Jangan-jangan ini hanya aku yang mencari teman. Dan tidak semua orang nyaman untuk segala kondisi dan situasi, apalagi yang mendadak-dadak seperti itu. Tapi aku tidak bisa menghilangkan kekesalanku itu.

Aku menelpon Jay, ternyata dia bersama Kosa. Aku sempat berbicara sebentar dengan Kosa. Dan ternyata Jay hanya datang untuk wisuda S2nya. Dan hari ini rencananya kembali ke Kalimantan. Tidak mungkin mengajaknya. Tapi dia menawarkanku untuk bertemu di perpustakaan nanti siang barang sejenak. Tapi aku membaca sepertinya tawaran itu tawaran yang tidak terlalu menggebu, maka aku mengatakan, "Yah, kalau tidak sekarang tidak masalah lah Jay! Yang penting selamat master!" Aku sudah ketinggalan jauh dari dia urusan sekolah-menyekolah. Dan aku juga malas untuk ke kampus, aku kemarin bertemu Paulus dan seorang anak lain yang bahkan aku tidak tahu siapa. Pertemuan dengan mereka saja membuatku yang ingin kunjungan ke Jogja ini invisible kecuali untuk orang-orang yang aku pilih rasanya runtuh. "Mas Gide!" kata Paulus kemarin, dan aku berpura-pura baru melihatnya. "Hai! Paulus!" Dan basa-basi basi terjadilah sebentar. Temannya menyapa, "Seniman!" Aku tidak nyaman dengan sebutan itu, rasanya tidak pantas. Dan demikianlah pertemuan dengan mereka kemarin membuatku awas, tidak boleh lagi ada yang tahu aku di sini. Semua status fb aku private. 

Rechta! Siapa tahu dia bisa ikut! Aku mengsmsnya. Dan ternyata dia ada kuliah jam 2. Ah lagi-lagi tidak bisa. Tapi aku bertanya kepadanya apakah aku bisa titip barang di tempatnya. Dia malah menanyakan apakah aku bisa menginap di tempatnya. Aku jawab saja, "Gampang! Nanti diatur!" artinya tentu saja tidak. Aku tidak kenal dengan teman-teman kontrakannya, berada di lingkungan baru sama membunuhnya untukku dengan ketinggian. Aku bahkan takut melihat ke bawah dari lantai dua. 

Maka aku akan bertahan dengan Erni dan Ayub saja. Semoga Dessy bisa ikut. Aku ingin dia berlibur. Tapi kalau tidak, peduli anjing. Anjing menggonggong, khafilah terus berlalu. Aku mengeluarkan beberapa barang dari tasku yang berjejal-jejalan kaus dalam itu kasur Yosia. Aku akan menitipkan beberapa barang di sini, supaya aku bebas bergerak. Mengenai titip barang di Rechta nanti diatur lagi. Tapi aku kepingin ketemu Rechta memang, barang sejenak, melihat bagaimana dia setelah menjadi mahasiswa. 

Suara sapu sudah hilang, aku keluar kamar. Dan... Anjrit! Ibu kosnya ada di depan bersama dengan mungkin ibunya si ibu kos. Yang menyapu ternyata adalah ibunya ibu kos. Dia memandangku dengan mata menyelidik dan sinis. Ibu kos yang kemarin memujiku cakep memandangku dengan tatapan yang sama, seperti belum pernah melihatku.

"Kamu siapa?" Tanya si nenek. 

Asem! Tamu tak diundang ketahuan wujudnya, dan kali ini tatapannya lebih tajam. Aku memasang wajah paling bodoh yang mungkin.

"Saya temannya Andri."

"Kenapa tidur di sini?" Dia pasti tahu bahwa Yosia sudah berangkat ke Muntilan. Matanya itu loh! Aku bukan maling, nek. Aku hanya khafilah yang ingin cepat berlalu. Berlalu dari hadapanmu yang seperti meletakkan gelar tersangka kepadaku. 

"Andri memberikan kuncinya kepada saya. Permisi." Aku menukas saja pendek dan segera menaiki motor Erni, segera berhambur. Gila! Pagi yang kacau! Semoga sepanjang hari ini tidak sekacau paginya.
Tags : ,

No comments:

Post a Comment