Whatever you want...

Thursday, October 23, 2014

The Subtitude

| No comment
Seorang teman menelpon. Kami cukup dekat dan hubungan kami secara personal istimewa. Tapi kami adalah orang-orang yang just easy come and easy go. That's why we stand still together for this long time. 

Pada akhirnya pembicaraan kami sampai pada kesepiannya. Dia sedang menyukai seseorang, dan sayangnya tidak ada kejelasan dalam hubungannya. Dan aku menemukan dia yang berbeda dari dia yang biasanya. Dia menjadi orang yang depend on someone banget. Pada saat tertentu dahulu aku pun mengalami hal yang sama. Tapi pada saat ini aku sangat tidak terganggu dengan keberadaanku dalam sendiri. 

Dan dia mengatakan aku tidak jujur karena aku mengatakan bahwa aku oke-oke saja tidak bersama siapapun. Dia tidak percaya bahwa aku bisa bahagia bersendiri saja. Sampai kami ada di sana:

Aku punya orang-orang dan berbagai  macam kondisi yang bisa membuatku beranjak dan tidak begitu terfokus kepada masalahku. Aku  punya my personal subtitute stuff, subtitute person. Ketika aku gak punya pacar misalnya aku punya temanku ini dan keberadaannya bahkan mengalahkan pacar buatku. Dia tidak bermasalah denganku. Bahkan aku bisa menemukan bahwa kami sampai tahap tertentu saling membutuhkan. Hidup memang punya cara yang aneh untuk mempertemukan seseorang dalam hubungan yang tidak kalah aneh-aneh, sepertiku dengan teman istimewaku ini.

Aku juga punya beberapa orang lain yang mengisi kekosonganku. Mereka adalah orang-orang istimewa yang hamnpir selalu ada. Hubungan-hubungan kami aneh-aneh. Tapi aku bertahan dengan mereka dan begitu pun dengan mereka. Lalu ada juga situasi-situasi lain seperti anak kelas belajarku, anak-anak pianoku, bahkan semua aktivitas dan kegiatanku. Itu membuatku tidak  pernah lagi  merasa kesepian dan membuatku selalu terisi. Bahkan termasuk facebook dan semua catatan-catatanku dan sebagainya.

Memang ini tidak bisa menghilangkan kenyataan bahwa aku sedang sendiri. Tapi kesendirian itu menjadi tidak mengganggu. The subtitude being adalah hal-hal yang membuatku yang menyedihkan ini menjadi tidak sedemikian menyedihkan lagi. Mungkin orang akan berteriak, "Just be real!" Tapi aku rasa reality buat setiap orang adalah sangat subjektif, seperti iman. Itu bukan pada what the fact tapi pada what we believe.

Dan dia menemukan bahwa tidak sepertiku, dia tidak memiliki apa-apa lain yang bisa menjadi subtitude being, subtitude reality buatnya. Aku tidak tahu apakah aku yang lebih malang atau dirinya yang lebih malang. Tapi tampakny kami sama-sama malang. Hahaha! 

Aku senang ketika aku bertanya apakah aku bisa menuliskan ini dan dia mengatakan tidak masalah. Dia masih memilikiku. Dan aku rasa itu untuk batas waktu yang tidak bisa ditentukan. Aku memang bisa mengisi banyak hal baginya. itu yang dia katakan, tapi semoga pada akhirnya dia menemukan yang sungguh-sungguh mengisi kekosongannya yang bukan hanya aku, karena aku tidak bisa menjadi lebih daripada aku. Bukan aku hendak pergi, karena laguku untuknya adalah lagu yang sama:

jangan pernah takut ku tinggalkan
saat bintang tak mampu lagi berdendang
saat malam menjadi terlalu dingin
hingga pagi tak seindah biasanya

[chorus]
takkan mungkin kita bertahan
hidup dalam kesendirian
panas terik hujan badai
kita lalui bersama
saat hilang arah tujuan
kau tahu ke mana berjalan
meski terang meski gelap
kita lalui bersama

ku tak bisa merubah yang telah terjadi
tapi aku kan menjanjikan yang terbaik
agar kita tak pernah menjadi-jadi
meski beza dermaga untuk kita berlabuh
[repeat chorus]

pernah kita jatuh
mencuba berdiri
menahan sakit dan menangis
tapi arti hidup lebih dari itu
dan kita mencuba melawan
[repeat chorus],

tapi aku pun berharap dia berbahagia dengan cara yang diharapkannya. Dan aku berdoa sungguh-sungguh untuknya. Love u :)
Tags :

No comments:

Post a Comment