"Buk, kenapa dia memilih pergi?"
"Menurutmu kenapa?"
"Apa dia tidak mencintaiku?"
"Apa yang dia katakan?"
"Dia sakit."
"Mungkin itu!"
"Maksudnya gimana, Buk?"
"Dia bilang kan kalau dia sayang kamu?"
"Iya!"
"Hehe! Menyayangimu itu butuh usaha keras banget, kamu kan orangnya senang merepotkan diri. Dan kamu tahu itu."
"Ibuk juga?"
"Untuk seorang ibu, sayang itu bukan pilihan."
"Lalu kenapa dia pergi."
"Dia bertarung dengan sakitnya. Dan ada saatnya lo, orang menjadi lemah."
"Tapi kenapa dia pergi."
"Gak semuanya tentang kamu kan, Sayang!"
"..."
"Sayang, apa yang kamu lakukan kalau seseorang sakit? Pergi?"
"Gak tahu ... Mungkin menjaganya."
"Mungkin?"
"... Ah! Ternyata aku masih sangat egois ya, Buk!"
"Hehe, kamu juga bertarung."
"Lalu?"
"Baiklah, mari kita sekarang berbicara tentang dia."
"..."
"Sayang, ketika kamu sakit, mana yang lebih nyaman? Ditemani atau ditinggal pergi?"
"Dia memilih pergi."
"Kamu masih selalu berpikir tentang dirimu sendiri."
"Maaf!"
"Tidak perlu minta maaf! Kita sudah janji kan, tidak ada salah benar."
...
"Aku akan lebih nyaman kalau ditemani."
"Jadi, kamu tahu kan apa yang harus kamu lakukan."
"Tapi dia memilih pergi."
"Dan kamu tahu alasannya apa."
"Aku takut ... kelihatan murahan."
"... Dalam cinta, tidak ada yang murahan. Ketulusan cinta tidak pernah murahan. Apa cintanya Tuhan Yesus sama kamu murahan?"
"..."
"Yang kamu bilang murahan itulah bukti cintanya."
"Kalau dia menolak?"
"Hehe, kamu takut dengan itu?"
"Kalau aku bukan orang yang tepat."
"..."
"Aku takut memaksakan diriku terlalu jauh, sedangkan dia memilih yang lain."
"Oh ibu mengerti sekarang apa yang kamu maksud dengan murahan."
"Itu dia, Buk!"
"Kamu takut tidak bisa memiliki dia?"
"..."
"Tahukah kamu, kamu ini milik siapa?"
"?"
"Sejatinya, kamu adalah milikmu sendiri. Bukan milik ibu, ayah, dia, atau siapa pun."
"Tuhan?"
"Kita biarkan Tuhan tenang dulu, ya!"
"..."
"Hahaha! Aku yakin Dia tidak akan mendosa-dosakan kamu karena itu."
"Hehe!"
"..."
"Dia adalah miliknya sendiri."
"Ya!"
"Dia berhak memilih siapa yang dicintainya."
"Ya, dan itu tidak menghapus kenyataan, bahwa dia menyimpan rasa cinta yang tertentu untukmu. Dia menciummu, kan?"
"Bagaimana Ibuk tahu?"
"Ibu selalu tahu!"
"Haha! Iya!"
"Kamu orang yang rumit sayang, merumitkan dirimu sendiri. Ibu rasa, kamu hanya takut. Padahal kamu sudah tahu yang harusnya kamu lakukan."
"Ada yang nyaman, dan kadang sekalipun kita tahu salah, kita takut sekali memilih yang benar."
"Seperti korupsi di negeri ini."
"Ah jauh sekali."
"Tidak sejauh itu."
"Hehe!"
"Ketika kamu sakit, kamu senang ketika dijaga. Bahkan percayalah, oleh orang yangt idak kamu sukai. Ketika dia tulus melakukannya."
"..."
"Itu kan yang kamu takutkan."
"..."
"Jangan berhenti menyayangi, Sayang!"
"Dan pada suatu saat, ketika dia sungguh pergi?"
"Siapa yang tidak akan pergi?"
"..."
"Semua orang ingin bahagia."
"Aku juga."
"Dan membencinya adalah caramu berjauh-jauhan dengan bahagia."
"..."
"Cintai dia! Jaga dia dalam sakitnya."
"Sampai dia mengusirku."
"Hehe! Kenapa ketakutanmu begitu besar?"
"..."
"Dia mungkin akhirnya memilih pergi untuk selamanya darimu. Tapi kamu mencintainya."
"..."
"Dan kamu sebenarnya tak rugi apa pun."
"Waktu?"
"Sesuatu yang membuatmu bahagia tidak pernah merugikanmu."
"Aku takut dia pergi, dan aku sendirian."
"Dan malu?"
"... dan malu."
"Sayang, setiap orang akan pergi, pada akhirnya ini semua adalah tentang cerita dan hari ini."
"..."
"..."
"... Ibuk!"
"Mau dipeluk?"
"... Iya!"
No comments:
Post a Comment