Whatever you want...

Thursday, October 23, 2014

Menyesak

| No comment
1
Tawa, dan kamu memburam. Aku melihatmu, aku tertawa dan kau menganggukan kepala kepadaku. Lalu ketika aku sempat tak menatapmu, kamu berbalik pergi. Aku tertawa, berikutnya tak ada lagi gambarmu. Aku masih tertawa, kali ini dengan sesuatu yang berbeda. Sebuah nyeri, yang ... seperti nyeri-nyeri lain ketika sedang bersamamu dan tidak sedang bersamamu. Ramai sekali di sekitarku, tapi sepi sekali di sini (selintas itu mengalir saja dalam benakku ketika aku memegang dadaku). Klise, ya? Tapi segala sesuatu tentang aku dan kamu selalu begitu, kan?
Cerita kita tak akan pernah ada, sekalipun  kita sama-sama menginginkannya. Baiklah, aku akui saja, bukan kita, tapi aku. Cerita kita selalu tentang aku dan kamu. Aku dan kamu berjalan bersama-sama, aku dan kamu menyanyi bersama-sama, aku dan kamu membaca bersama-sama, aku dan kamu duduk bersama-sama. Tidak pernah tentang kita. 
Aku membayangkan ada kita pada sebuah masa. kita berjalan, kita menyanyi. kita membaca, kita duduk.
Aku terbiasa dengan nyeri ini. Aku marah dengan nyeri ini , tapi aku menahannya saja. Aku keberatan, namun juga tidak.
Demikianlah lagi-lagi, menyesak.

2
Sudah jam sembilan malam. Tapi bis ini tak juga berjalan. 
Aku sudah tak tahan, semua organ dalam diriku tak bisa bersama-sama bekerja. Otakku mencoba menenangkan semuanya, tapi kantong kemihku seperti ingin meledak-ledak, jantungku beradu cepat dengan kelenjar-kelenjar minyak yang memompakan keringat tanpa henti. Bukankah seharusnya aku turun di terminal tadi, tapi mengapa aku diam saja. Benar, kakiku kaku kalau duduk berlama-lama. Asam urat, asam urat!
Derita tubuh renta. 
Aku mengerjap-ngerjapkan mata, mencoba manghilangkan kunang-kunang. Sampai sodokan kantung kemihku membuatku tak nyaman duduk lagi.
Perempuan di sebelahku, tampaknya tahu aku tak nyaman, dia melirikku beberapa kali. Tapi mengapa dia tak bertanya. Mengapa orang-orang ini hanya diam saja melihat orang lain gelisah? Apa memang jalan sekarang orang sudah enggan mengurusi yang lain lagi. Atau janagn-jangan dia berpikir aku berniat macam-macam? Mana mungkin nona muda, tubuh renta ini sudah tak mampu lagi memacam-macamimu. Aku melihatnya sama sepertiku, gelisah juga. Tapi ternyata aku pun tak berniat bertanya mengapa dia gelisah. Ternyata aku sama saja. Aku rasa dia tak ingin beranjak dari kursinya karena khawatir tak akan mendapatkan tempat duduk kalau berpindah. Bis ini sudah hampir penuh apa lagi yang ditunggu?
Beberapa orang naik ke dalam bis, kernet mengikuti di belakangnya menunjukkan tempat duduk yang masih kosong. Wajah-wajah itu tampak kecewa karena mereka tak bisa duduk bersama-sama, tersisa kursi kosong satiu-satu orang.
Sopirnya belum juga tampak. 
Aku tak akan menceritakan kepadamu kalau aku sudah melepaskan dorongan kantung kemihku tanpa permisi. Perempuan di sebelahku tidak menyadarinya.
Hingga tiga menitan kemudian serombongan ibu-ibu menjejali bis, supirnya ikut naik dan penumpang bis pun menyesak. 
Demikianlah ketika semuanya sudah tampak berjalan normal, perempuan di sebelahku seperti merasakan ada yang berubah dalam dirinya, atas dirinya. Dan benar, dia sadar, di tengah kerumunan dia meloncat dan berteriak, membuat semua mata penumpang memandangku yang tertunduk malu.
Bapak ini ngompol!

3a
Bukan salahku kalau aku takut dengan timbangan. Angka-angka timbangan itu seperti tidak berhenti naik hari demi hari. 
Aku tidak senang dengan tubuh gemuk.
Duh pipiku! Aku ingat dulu pernah melihat tegas bentuk tulang rahangku, sekarang semuanya menggelambir-gelambir. Jangan tanyakan lenganku, tentu, pahaku, itu juga. 
Bajuku  menyesak sekarang. Ukuranku tak pernah lagi sama. Dulu aku bebas memilih antara hot pant atau training olah raga, sekarang piihannya tinggal training. Itu pun dengan nomor yang tak pernah kubayangkan. 
Setelah melahirkan anak ini, aku akan rajin berlari pagi, itu janjiku, jika tidak malas.

3b
Gadis itu menempelku, sontak saja ada yang meyesak di celanaku.

4
Kami hanya bertiga. 
Lawan kami tak terhitung, mereka menyesak dari berbagai penjuru. Seorang pria mengangkat tangannya tinggi-tinggi. Pemimpin mereka.....
Tags : ,

No comments:

Post a Comment