Whatever you want...

Wednesday, October 22, 2014

Mawar Gunung

| No comment
Pada jaman dahulu, di puncak sebuah gunung yang sangat tinggi, hiduplah sebatang mawar liar yang istimewa. Pada saat bulan bulat sempurna, mawar itu akan memekarkan mahkota bunganya, merah yang bernyala darah. Hanya pada bulan tertentu, sekali dalam sepanjang tahun, mawar itu akan mengembangkan bunga putih bersih seperti salju.

Konon siapapun yang berhasil memetik bunga mawar putih itu akan mendapatkan anugerah yang luar biasa. Mereka akan merasakan kedamaian sepanjang hidupnya. Mereka tidak akan merasakan malam yang menusuk tulang, tidak akan merasakan siang yang membakar kulit. Setiap tetes air yang mereka minum akan sesegar embun pertama dari ujung-ujung dedaunan di puncak gunung. Kaki mereka tidak akan goyah menempuh setiap kerikil dan gelombang laut, dan terlebih lagi, mereka akan hidup bahagia sampai pada akhir usia meraka.

Tetapi, malam ketika mawar itu berbunga putih, di sekitarnya juga akan tumbuh semak-semak duri yang tak terkira banyaknya. Setiap orang yang tertusuk duri itu tidak hanya akan berdarah di sepanjang kulitnya, tetapi juga di hatinya. Hatinya akan menjadi pahit dan sakit, matanya akan menjadi pekat. Bahkan yang tidak kuat, mereka akan mati.

Semua orang di penjuru desa di kaki gunung mendengar cerita itu. Maka ketika bulan pertama, mereka segera bergegas menuju puncak gunung untuk melihat bunga mawar itu. Mereka menunggu bunga putihnya. Dan hampir setiap bulan, mereka turun dari gunung dengan kecewa, kerena mawar yang mereka temui selalu berwarna merah. Beberapa dari penduduk desa itu akhirnya menyerah setelah beberapa kali. Mereka lelah dengan kekecewaan yang terus berulang.Tetapi masih ada beberapa orang yang bertahan, mereka terus naik ke atas gunung setiap bulannya dan tidak menjadi kecewa walaupun setiap bulan mereka selalu menemukan mawar merah lagi dan lagi. Mereka tidak menyerah.

Akhirnya pada malam purnama kedua belas pada tahun itu, seluruh desa dikejutkan karena sepanjang gunung dipenuhi oleh semak berduri yang tidak terhitung luasnya. Mereka segera tahu bahwa inilah saatnya ketika mawar itu berbunga putih. Beberapa orang yang semula pupus harapan segera terbangkitkan lagi semangatnya. Maka seisi desa segera naik ke atas gunung. 



Sudah diduga, karena rimbunnya semak duri itu, setiap orang yang naik ke atas gunung tidak bisa terhindar dari tajamnya duri-duri itu. Entah apakah karena cerita yang mereka dengar atau karena memang begitu yang sebenarnya terjadi, ketika mereka tertusuk duri-duri itu mereka langsung memilih pulang, Hampir semua pulang dengan semakin kecewa, dan beberapa yang lain saking takutnya sampai mendapat serangan jantung dan mati malam itu juga. Tidak ada satu pun yang melanjutkan perjalanan mereka sampai pada batang mawar itu. Bahkan mereka yang selama ini gigih akhirnya menyerah juga.

Setelah malam purnama kedua belas itu, tidak ada seorang pun berani naik ke atas gunung untuk memetik mawar putih itu. Tahun demi tahun berlalu. Cerita tentang mawar putih yang bisa memberikan kedamaian dan kebahagiaan itu digantikan cerita ketakutan tentang semak duri yang membunuh. Maka tidak ada lagi orang yang naik ke atas gunung. Bahkan setiap kali di atas gunung mulai tumbuh semak-semak duri, mereka langsung mengunci pintu dan jendela supaya tidak ada seorang pun dari keluarga mereka yang tertusuk duri dari semak-semak itu. Setiap malam purnama kedua belas, mawar itu membungakan mahkota putihnya, dan layu keesokan harinya dengan sia-sia. 
Tags :

No comments:

Post a Comment