Whatever you want...

Thursday, October 23, 2014

Life is This

| No comment
"Apa aku ada dalam mimpimu juga?"
"He em!"
"Bagaimana aku di situ?"
"Lebih baik!"
"Hahaha! Tapi bukan sebagai salah satu pacarmu, kan?"
"You're not qualified!"
"Syukurlah!"
"Aku tak pernah punya hubungan dekat dengan orang. Waktu mereka dekat denganku, aku pikir mereka jatuh cinta kepadaku."
"Apa aku juga?"
"I was thinking!"
"Mungkin saja begitu."
"No way! Kamu membuatku merasa normal."
"Hahaha! Siapa pacarmu?"
"Tiga orang. Dua arsitek dan seorang desainer grafis. Yang pertama seorang yang dulunya rasta mania, seorang pecinta alam, dia suka mabuk. Dan aku adalah pengalaman pertamanya. Full of ignorance. Tapi dia pergi, atau aku yang meninggalkannya. Mungkin saling meninggalkan. Yang kedua yang juga arsitek, ayahnya dosen filsafat, ibunya dosen psikologi. Kakaknya perempuan yang cantik, anaknya tiga atau empat tahun. Kadang perempuan kadang laki-laki. Aku lebih suka kalau perempuan. Dan suaminya seorang fotografer. Yang kedua ini lembut, tapi sebenarnya sangat ambisius."
"Kamu bisa hidup dengan ambisi?"
"Hahaha! Bisa. Kita orang Asia. Tidak pernah bisa langsung. Memendam adalah kemampuan terhebat kita. Kami tinggal bersama mungkin empat atau enam tahun. Itu rumah sekaligus studionya. Jendela kayu dengan daun sirih yang menjalar di sepanjang rumah. Hijau."
"Putus?"
"Iya. Dia memilih yang lain. Pesta ulang tahun orang tuanya. Dia menyesal tentu saja. Aku suka kalau dia menyesal."
"Hahaha! Kamu pasti sangat penting di sana."
"Itu duniaku. Aku berhak mengaturnya."
"Yang ketiga?"
"Royal flush!"
"Wow sempurna! Puas?"
"Dia yang paling tidak kucintai mungkin. Tak ada cemburu. Dia kadang cerita tentang mantan pacarnya. Aku juga. Kami sangat normal. Hahaha tentu saja tidak normal. Tapi kami lebih settle. Saling menyembuhkan. Saling menyemangati."
"Kamu yakin?"
"Membosankan!"
"Sudah kuduga. Tapi kamu bertahan dengannya."
"Ya!"
"Dan itu cinta."
"Hahaha! Gak tahu. This is life. Life is this."
"Itu pun tak benar-benar nyata."
"Aku juga tak membayangkan itu nyata."
"Kamu tidak ingin membuatnya nyata?"
"I don't know. Maybe not."
"Kamu selalu tak terjamah. Seperti dari dunia lain. Kamu ingat pertama kali kita bertemu. Koridor di depan kamar. Kamu dengan Angelina Jolie. Aku bahkan yakin sebagian besar dari kita dulu tak tahu internet pada waktu itu. Dan bahasamu yang tak kami mengerti. Baru sekarang setelah 10 tahun kami mengerti apa yang kamu maksudkan. Itu pun masih meraba-raba."
"Aku pun tidak benar-benar mengerti bahasaku sendiri, sampai hari ini.Hahaha!"
"Hahaha! Aku tahu!"
"Aku ingat! Kamu culun sekali, dengan rambut yang aneh, seperti sarang burung. Kemeja birumu. Masih cukup?"
"Itu kemeja bapakku waktu masih muda."
"Aku membacanya padamu."
"Hahaha! Kamu tahu, aku sangat membenci artis-artis yang suka ngomong campur-campur bahasa Inggris. Tapi aku merasa kamu justru aneh kalau kamu berbahasa Indonesia. Aku membacanya padamu, apaan tu?"
"I see him in you."
"Itu lebih baik."
"Ah!"
"Kamu sudah nonton film yang kemarin?"
"Sudah!"
"Akhirnya belum selesai ya?"
"Akhinya belum selesai. Itu bukan kalimat yang aneh ya?"
"Hahaha! Aku benar kan, dia kena karma. Salah sendiri di film James Bond dia jadi penjahat. Kejam banget mukanya."
"Apaan sih! Konyol!"
"Hahaha!"
"Hahaha! Ah kita akhirnya sampai di sini."
"..."
"..."
"Jangan berhenti jadi orang aneh!"
"Jangan berhenti jadi orang baik... Kita ini aneh gak sih?"
"Apanya yang aneh? Gak! Hidup itu aneh! Kadang menyakitkan dan rasanya kepingin dimuntahkan saja."
"Sama kayak puding jagung!"
"Sama kayak cewek!"
"Sama kayak kemeja birumu!"
"Hahaha! Sama kayak kamu!"
"Tapi kita tidak berhenti mencintainya."
"Aku tidak mencintaimu!"
"Aku juga! Tapi aku gak mau kehilangan kamu."
"Aku juga sayang kehilangan orang sepertimu. Tapi aku tidak mencintaimu."
"Ngomong sekali lagi dapat Avanza!"
"Aku tidak mencintaimu! OK Avanzanya dikirimkan ke sini ya.Tak tunggu!"
"Hahaha!"
"Definisi itu jahat!"
"Aku sering sekali dengar kamu bilang itu. Berapa kali kamu ngomong gitu. Sekali lagi dapat Avanza!"
"Definisi itu jahat. OK! Avanzanya gak usah aku kirimin."
"Sial! Batal dapat mobil."
"Life is this!"
"Hmmm ... Aku harus masuk. Kapan-kapan aku telpon lagi."
"Bye!"
"Ya!" 
Tags :

No comments:

Post a Comment