Aku punya teman, namanya Jay Sun. Kami dekat sejak jaman pertama masuk asrama, dia mengenalkan dirinya suka sepakbola. Jaman itu rambutnya pendek, berjaket krem, dan badannya buntet seperti balon udara. Dan sejak pertama kami bertemu, aku tahu dia asyik. Dia dan Yuni adalah orang yang menemaniku membeli baju pertamaku di Jogja. Entah bagaimana, lalu kami dekat sekali. Kami bercerita-cerita tentang apa saja. Tentang dia yang naksir Hariman, tentang aku yang naksir ini dan itu, soalnya banyak yang kutaksir.
Jay adalah orang yang membacaku dengan sukses. Kalau sahabat lelaki pertamaku Bopha, Jay adalah sahabat perempuan pertamaku. Jay adalah tempat pelarianku, ketika hidupku menjadi begitu beratnya, dia adalah sahabat yang selalu ada. Ketika aku mengatakan selalu ada, maka percayalah dia selalu ada. Sampai-sampai aku pernah menduga dia suka padaku. Tapi aku tak suka disukai oleh orang, karena aku hanya senang mengejar saja, setelah dapat kubuang. Jadi aku tidak akan menganggap Jay menyukaiku, karena aku tidak ingin membuangnya. Aku sangat membutuhkannya.
Sedemikiannya aku membutuhkan Jay, sampai-sampai dia menjelma serupa pembantu bagiku. Dia harus ada ketika aku sedih, tapi dia harus hilang ketika aku bersenang-senang. Karena aku sering menganggap kami berdua adalah orang kelas dua. Ketika aku dapat teman kelas satu, maka yang kelas dua kulupakan. Tapi seperti kubilang, Jay selalu ada. Ketika aku menjadi tidak nyaman dengan anak-anak yang kelas satu, atau aku merasa dibuang oleh mereka, maka aku kembali kepada Jay. Dan dia menerimaku dengan rela. Aku merasa itu sah-sah saja, kan dia sahabatku, jadi dia memang harus ada. Kalau tidak namanya bukan sahabat.
Sampai suatu saat, pada saat tahun-tahun terakhir kami kuliah, aku melihat Jay mulai menemukan hidupnya, yang tidak ada aku di sana. Aku sih tenang-tenang saja, karena aku juga nyaman dengan duniaku. Aku tidak merasa membutuhkan dia.
Sampai suatu saat aku sampai pada masa depresi, tidak ada teman lagi. Aku kembali kepada Jay, dan Jay tak ada di sana. Dia mengurusi kebahagiaannya. Kontan aku jadi marah. Aku merasa dia bukan sahabat setia. Jay omong kosong saja. Lalu Jay mulai dekat dengan pacarnya waktu itu. Aku tidak terima. Harusnya Jay hanya boleh dekat denganku, tidak dengan yang lain. Jay adalah milikku, bukan milik yang lain. Tidak boleh! Pada saat itu aku menjadi frustasi bukan main. Karena aku merasa tak benar-benar punya sahabat. Semua sibuk sendiri. Aku ditinggal seorang diri. Semuanya jahat.
Aku mencari duniaku sendiri. Sendiri. Dan aku membuktikan aku bisa hidup sendiri. Aku melupakan kuliah. Aku melalaikan skripsiku. Aku tahu alasannya, salah satunya karena aku tidak nyaman dengan dosen pembimbingku. Tapi hal lain karena hal-hal yang kutemukan di kampusku hanya serupa omong kosong saja. Dan skripsi pertamaku tidak kukerjakan sampai batas pengumpulannya. Dan skripsi kedua, aku masih mendapat pembimbing yang sama. Aku tidak mengerjakannya lagi sampai batas akhirnya. Ketika hampir habis waktunya aku menghadap kepada dosen pembimbingku, aku katakan akan ganti judul lagi, dia mengatakan kepadaku supaya kuambil perpanjangan. Kuambil juga perpanjangan tiga bulan itu. Dan ternyata setelah tiga bulan, skripsi itu tidak berjalan ke mana-mana selain bab 1.
Tinggal 3 hari batas pengumpulan. Aku sudah gila. Aku akan mengambil judul baru. Aku menghadap dosenku itu dan meminta maaf. Dia menyarankan kepadaku untuk menyelesaikan dalam batas waktu yang ada. Mana mungkin? Aku pulang ke kontrakan, aku malu kepada teman-teman, kebanggaan yang kubangun bahwa aku salah satu yang cemerlang di angkatan bohong belaka. Aku malu kepada orang tuaku. Aku malu kepada semuanya. Ternyata bukan yang lain yang omong kosong, tapi aku sendiri lebih omong kosong daripada semuanya.
Sesampainya di kontrakan, tidak kusangka Jay di sana. "Ayo kubantu!" Aku menyerah. "Coba dulu!" katanya. Dan ternyata bersama Jay ada rombongan teman-teman lain, banyak sekali. Aku seperti berulang tahun. Aku malu dan mau mengingkari diri. "Kamu dikte, kami yang ketik." Dan selama dua hari itu, Jay dan teman-teman lain bergantian menjadi juru ketikku. Dan tepat hari pengumpulan, skripsi itu selesai. Tentu saja, salah ketik ada di hampir semua halaman. Dan aku rasa semua orang tahu bahwa aku mengerjakan skripsiku di dua hari terakhir, mereka bilang wow, tapi itu buatku aib. Aku lulus. Jay ada di sana, "Selamat, ya!"
Aku menundukkan wajahku, aku malu kepadanya. Ternyata bukan Jay yang menghilang, tapi aku yang pergi. Jay selalu ada. Dan aku senang melihat Jay bahagia dengan dunianya. Sekarang Jay sudah menikah, dia pindah ke Kalimantan bersama suaminya. Dan kali ini aku berbahagia untuknya. "Selamat, ya, Jay! Terima kasih! Dan maafkan aku karena aku lupa bagaimana menjadi sahabat!" Aku akan mengingatnya selalu. Dia sahabatku, mungkin sahabat terbaikku.
No comments:
Post a Comment