Dua hari ini aku dan anak-anak berjuang membuat drama untuk Unduh-unduh yang tidak juga selesai. Kami malah terus-menerus berdiskusi, sambil terus mencoba. Kami makan-makan juga untuk mengikatkan diri kami bersama.
Aku melihat potensi yang luar biasa dari anak-anak di sini. Kami sudah terbiasa dengan pola kami masing-masing. Tetapi ternyata itu saja tidak pernah cukup dalam ruang kebaruan yang terus menerus menjadi tuntutan. Komunikasi tetap kami yakini sebagai jalan untuk mencari jalan keluar bagi semua kemungkinan baik yang terus menerus bermunculan dari waktu ke waktu.
Awalnya kami berpikir untuk membuat drama Unduh-unduh a la Mahabarata. Tetapi kemudian kami melihat kesulitan-kesulitan di sana. Maka kami mengubahnya menjadi cerita Upin Ipin, tetapi juga ternyata tidak mudah karena mencoba menggabungkan cerita Upin Ipin dengan gaya bicara khas Malaysia dan Islami dan menggabungkannya dengan Unduh-unduh bukan perkara yang serba gampang. Ada yang begitu saja bisa menguasai gaya bicara dan lebih banyak yang tidak.
Akhirnya hari ini setelah kami mencoba berbagai macam hal, kami mulai menemukan gaya kami. Kekuatan kami ternyata adalah pada diri kami masing-masing dan dari apa yang telah terbangun dalam sejarah hidup kami. Drama terakhir kami akhirnya mengambil bentuk Panti Asuhan, di mana setiap karakter dimunculkan sebagaimana karakter anak-anak sendiri. Panti Asuhan itu menggambarkan keberadaan kami yang kecil tetapi tidak menyerah.
Anak-anak tidak harus menjadi orang lain selain menjadi mereka sendiri. Dan kemungkinan-kemungkinan yang selama ini buntu dan bertumpuk-tumpuk mulai menemukan jalan keluarnya. Puput dengan gayanya yang asal cemplung, Nita yang menengahi, Axel yang usil, Lisa yang endel, Fanya yang melas, Rico dan Tristan yang terus menerus bertengkar dan bermain, Selin yang menjadi penggembira, Mita yang berlompatan, dan Roger yang senang tertawa.
Ah memang belum selesai, ditambah lagi aku harus ke Jogja beberapa hari ke depan. Tapi melihat apa yang kami kerjakan hari ini, walaupun kabut di depan belum begitu saja jelas, tetapi kami mulai melihat terang yang samar-samar. Dan untuk saat ini cukuplah itu menjadi pandu kami.
Aku melihat potensi yang luar biasa dari anak-anak di sini. Kami sudah terbiasa dengan pola kami masing-masing. Tetapi ternyata itu saja tidak pernah cukup dalam ruang kebaruan yang terus menerus menjadi tuntutan. Komunikasi tetap kami yakini sebagai jalan untuk mencari jalan keluar bagi semua kemungkinan baik yang terus menerus bermunculan dari waktu ke waktu.
Awalnya kami berpikir untuk membuat drama Unduh-unduh a la Mahabarata. Tetapi kemudian kami melihat kesulitan-kesulitan di sana. Maka kami mengubahnya menjadi cerita Upin Ipin, tetapi juga ternyata tidak mudah karena mencoba menggabungkan cerita Upin Ipin dengan gaya bicara khas Malaysia dan Islami dan menggabungkannya dengan Unduh-unduh bukan perkara yang serba gampang. Ada yang begitu saja bisa menguasai gaya bicara dan lebih banyak yang tidak.
Akhirnya hari ini setelah kami mencoba berbagai macam hal, kami mulai menemukan gaya kami. Kekuatan kami ternyata adalah pada diri kami masing-masing dan dari apa yang telah terbangun dalam sejarah hidup kami. Drama terakhir kami akhirnya mengambil bentuk Panti Asuhan, di mana setiap karakter dimunculkan sebagaimana karakter anak-anak sendiri. Panti Asuhan itu menggambarkan keberadaan kami yang kecil tetapi tidak menyerah.
Anak-anak tidak harus menjadi orang lain selain menjadi mereka sendiri. Dan kemungkinan-kemungkinan yang selama ini buntu dan bertumpuk-tumpuk mulai menemukan jalan keluarnya. Puput dengan gayanya yang asal cemplung, Nita yang menengahi, Axel yang usil, Lisa yang endel, Fanya yang melas, Rico dan Tristan yang terus menerus bertengkar dan bermain, Selin yang menjadi penggembira, Mita yang berlompatan, dan Roger yang senang tertawa.
Ah memang belum selesai, ditambah lagi aku harus ke Jogja beberapa hari ke depan. Tapi melihat apa yang kami kerjakan hari ini, walaupun kabut di depan belum begitu saja jelas, tetapi kami mulai melihat terang yang samar-samar. Dan untuk saat ini cukuplah itu menjadi pandu kami.
No comments:
Post a Comment