1
Di sebuah hutan yang sangat damai, hiduplah bapak beruang dan anak-anaknya. Bapak beruang adalah sosok yang sangat bijaksana dan mengasihi anak-anaknya. Bapak beruang selalu bercerita kepada anak-anaknya tentang kebanggaan hidup para beruang. Beruang adalah hewan yang paling kuat di hutan, tetapi mereka memiliki hati yang lembut. Mereka diajar untuk bangga menjadi beruang, beruang yang kuat tetapi penyayang. Bapak beruang mendidik anak-anaknya untuk menjadi beruang yang baik. Bapak beruang mengajar anak-anaknya menangkap ikan di sungai yang berada di tengah hutan supaya anak-anaknya tidak menyerang para petani di desa. Anak-anaknya belajar dengan cepat. Setiap pagi dan sore bapak beruang membawa anak-anaknya ke sungai untuk mencari makanan mereka. Bapak beruang juga menjauhkan anak-anaknya dari Hutan Larangan yang berada di sebelah utara hutan tempat tinggal mereka. Konon di hutan itu, tinggallah seorang penyihir yang sangat jahat. Penyihir itu dapat mengubah apa pun menjadi batu.
Dari semua anak beruang, anak kedua adalah anak yang paling terampil. Dia bisa menangkap ikan dengan cekatan. Dia juga selalu memberikan tangkapan terbesar kepada bapaknya.
"Nanti, kamulah yang akan meneruskan bapak! Kamulah yang bapak percaya untuk menjaga kelanjutan hidup para beruang ini. Kamulah kebanggaan keluarga beruang. Kamu mau berjanji?" Anak beruang yang kedua mengangguk dan memeluk bapaknya.
2
Pada suatu hari anak beruang kedua bermain sendiri di hutan. Tidak sadar dia bermain terlalu jauh. Dia mulai takut karena di sekelilingnya sudah mulai gelap. Dia menangis sendirian di tengah pepohonan yang semakin lebat. Semakin dia berjalan, jalan setapak semakin hilang. Tidak ada tanda-tanda jejak hewan di sekitarnya. Benar, dia sudah masuk ke dalam hutan larangan. Dia mencoba berbalik dan melihat ke kanan, kiri, depan, dan belakang. Tetapi semua yang dilihatnya membuatnya semakin bingung. Dia menangis semakin keras.
Lelah menangis, anak beruang itu pun terlelap. Dia tertidur. Dalam tidurnya dia bermimpi ada seorang perempuan berpakaian hijau menyelimutinya dengan dedaunan. Tubuhnya yang menggigil kedinginan tiba-tiba menjadi hangat. Anak beruang itu terbangun, dan ternyata dia tidak bermimpi, ketika dia bangun perempuan berpakaian hijau itu berdiri di sebelahnya menatap pucuk-pucuk pepohonan. Mulutnya komat-kamit seperti merapalkan mantra. Pakaian hijaunya ternyata adalah sulur-sulur yang menutupi tubuhnya. Beberapa bunga melati dan anggrek bulan tumbuh di sela-sela rambut dan punggungnya. Wajahnya begitu cantik serupa para peri.
"Siapa kamu?" Tanya anak beruang.
"Aku adalah peri hutan, penjaga wilayah hutan ini." Perempuan yang berdiri di sebelahnya itu berhenti merapal mantra dan menatap kepadanya. Matanya serupa bintang yang bersinar.
"Bukan! Kamu pasti penyihir hutan!"
Perempuan yang ada di sebelahnya itu lantas duduk di sebelahnya dan menatapnya dengan hangat. "Banyak yang menyebutku seperti itu. Mereka yang masuk ke hutan ini selalu datang untuk mengambil bungan dan tanamannya. Andai saja mereka hanya mengambil sebagian, tetapi mereka mengambil sebanyak-banyaknya. Mereka bahkan merusaknya."
Anak beruang melihatnya dengan seksama. Tampaknya perempuan itu bercerita dengan jujur.
Peri hutan mengajak beruang kecil itu berkeliling Hutan Larangan. Ternyata hutan itu sangat indah. Bunga-bunga beraneka macam tumbuh di sana. Pepohonan lebih hijau dan daunnya lebih besar-besar dari yang lain. Ikan-ikan di hutan itu tidak perlu ditangkap, pada usia tertentu mereka akan naik ke daratan dan menyerahkan diri untuk dimakan hewan-hewan yang ada di sana. Ternyata jauh di dalam hutan, sangat banyak jenis hewan hidup dengan berdampingan. Ada kambing gunung hingga singa. Semuanya hidup dengan damai.
Anak beruang tinggal di sana selama lebih dari dua musim hujan. Dia semakin mencintai hutan itu. Dia menjadi sahabat seluruh hutan.
"Setelah ini, aku harus pergi. Daur hidup peri hutan tidak lebih dari tiga ratus lima belas musim hujan. Dan ini hampir daur hidup terakhirku."
"Ke mana kamu pergi, peri hutan?" Tanya anak beruang.
"Aku terbang ke negeri pelangi. Di sana saudara-saudaraku sudah menungguku."
"Lalu siapa yang akan menjaga hutan ini?" Tanya anak beruang itu lagi.
Peri hutan memandang kepada anak beruang. Dia tersenyum, anak beruang ragu-ragu. Dia khawatir, bapak beruang pasti sudah mencarinya ke mana-mana. Tapi demi kecintaannya pada hutan itu, anak beruang mengangguk. Dia bersedia menggantikan peri hutan menjaga Hutan Larangan. Peri hutan menyentuhkan ujung jari manisnya kepada anak beruang. Tiba-tiba dari tubuhnya keluar cahaya yang sangat terang. Wujudnya berubah, dia menjadi seorang peri hutan kecil. Seluruh hewan tan tumbuhan bersorak, "Selamat datang anak peri!" Peri hutan pun berubah menjadi berkas cahaya, dia terbang bersama udara pagi menuju negeri pelangi. Kini anak peri itulah yang bertugas menjaga Hutan Larangan.
3
Ketika musim panas ketiga. Anak peri sangat merindukan bapak beruang dan saudara-saudaranya. Tetapi dalam hatinya dia juga bimbang, pasti bapak dan saudara-saudanya tidak akan mengenalinya lagi. Tetapi didorong oleh rasa rindunya dia memilih untuk sejenak pulang.
Dalam perjalanan pulang semua hewan yang dilewatinya berlari ketakutan. Pasti cerita tentang penyihir hutan itu membuat mereka sedemikian ketakutan. Sampai di rumah. Bapak beruang dan saudara-saudaranya tidak kalah takut. Mereka mengunci pintu. Mereka berteriak dengan keras meminta supaya mereka tidak dijadikan batu. Dengan sulur-sulur dalam sepanjang tubuhnya, anak peri bisa dengan mudah membuka pintu itu. Di dalam rumah didapatinya wajah-wajah ketakutan itu memandang kepadanya.
Saudara-saudanya, para anak-anak beruang segera mengambil batu dan batang kayu untuk memukulnya. Tetapi dia mengangkat tangannya dan menyuruh semuanya tenang. Bapak beruanglah yang pertama kali menyadari hal itu. Dipandangnya mata anak peri, dan ditatapnya dengan seksama. Tiba-tiba dia menangis. "Kau anakku!" Katanya. Semua anak beruang memandang heran. Air mata pun terbit di mata anak peri, dia mendekati bapaknya dan memeluknya. Saudara-saudaranya lantas juga mulai sadar. Mereka berpelukan dan menangis bersama-sama.
Anak peri menceritakan tentang kisah hidupnya kepada bapak dan saudara-saudaranya. Tentang apa yang terjadi kepadanya selama dua musim hujan dan tiga musim panas itu. Dia meminta maaf kepada bapaknya karena mengambil keputusan untuk menjadi anak peri. Bukan karena dia tidak cinta kepada kehidupan para beruang, tetapi karena perlu ada yang menjaga Hutan Larangan. Bapak beruang menatapnya dengan mata sendu yang sangat dalam.
"Maaf!" Kata anak beruang. "Aku tahu bapak kecewa karena aku tidak meneruskan hidup sebagai beruang."
Bapak beruang menatap anaknya itu dengan menangis. Anak itu adalah anak yang sangat disayanginya. Hapannya diletakkan kepada anak keduanya itu. Matanya sembap oleh air mata. Dia tahu bahwa dia sudah melanggar janjinya kepada sang bapak. Dia tidak lagi bisa menjadi beruang yang menjaga keluarganya dan meneruskan tradisi beruang.
"Bapak! Aku tetap anak Bapak. Dulu, sekarang, sampai kapan pun!"
Bapak beruang mengambil napas panjang. Ada yang berbeda dari napasnya. Anak peri itu baru sadar bahwa bapaknya sedang sekarat. Ternyata ditinggalkan oleh anak beruang kedua membuatnya banyak berpikir. Dia menjadi lebih tua daripada seharusnya. Tangan, kaki, dan tubuhnya tidak sekuat dulu. Kekuatan itu hilang dari padanya seiring kepergian anaknya itu. Semalam-malaman mereka bertangisan. Semalam-malaman mereka berpelukan.
4
Esok paginya, anak peri semakin sadar bahwa sakit bapak beruang sudah sangat parah. Napasnya semakin pendek-pendek. Dan terdengar seperti bunyi seruling halus bersama dengan setiap tarikan napasnya. Bapak beruang menatap anak peri itu.
"Waktu bapak hampir habis. Dulu harapan bapak, kamulah yang akan menjaga keluarga ini, sekarang bapak tidak tahu lagi."
"Jangan kuatir, Pak! Aku tetap akan menjaga keluarga ini sekalipun wujudku bukan beruang seperti dulu. Aku tetap mengasihi keluarga ini sebagaimana aku mengasihi keluarga baruku di Hutan Larangan. Aku lahir di sini, tumbuh di sini. Tidak mungkin aku melupakan tanggung jawabku kepada keluarga ini."
Bapak beruang menatapnya, tiba-tiba bibirnya tersenyum. "Iya Bapak percaya kepadamu. Selalu percaya. Bapak titipkan saudara-saudaramu kepadamu. Jagalah mereka seperti kamu menjaga rumah barumu." Anak peri itu pun mengangguk.
Sorenya bapak beruang berpulang. Seluruh hutan mendadak sepi. Semua merasa ikut berduka. Tidak terkecuali anak peri. Dia pun menundukkan kepalanya dengan sedih. Anak peri tertidur dengan air mata masih menggenang.
Pada malam harinya, anak peri itu bermimpi. Dia melihat dua sosok paling dihormatinya, Bapak beruang dan peri hutan bergandengan tangan. Bapak beruang melambaikan tangan kepadanya demikian juga peri hutan. "Aku percaya kepadamu, selalu percaya!" Ujar bapak beruang dalam mimpinya. "Jagalah semuanya, kini semua yang ada di hutan adalah saudara." Ujar peri hutan. Peri hutan lantas mengajak bapak beruang terbang. "Ke mana kalian pergi?" Tanya anak peri. "Ke mana lagi? Tentu saja ke negeri pelangi." Jawab bapak beruang sambil tersenyum, dan dia menambahkan, "Aku bangga kepadamu, Nak!"
Anak peri terbangun. Air matanya sudah kering. Dia melihat keluar rumahnya, dan dia melihat saudara-saudaranya. Ternyata dia juga melihat hewan-hewan dari Hutan Larangan datang di sana. Dia menatap semuanya. Dia tersenyum. Semua pun tersenyum kepadanya.
No comments:
Post a Comment