Whatever you want...

Thursday, October 23, 2014

Artis

| No comment
Dalam setiap hentakan langkahnya, ada irama yang tiba-tiba tumbuh serupa buih-buih air yang mengerjap di sepanjang aliran sungai. Buih-buih itu lantas menghilang, tapi tidak serta merta sirna, karena menjelma aliran air yang terus mengalir sepanjang cegar, jeram, dan riam. Dia berjalan, tapi dia menari. Ada alunan musik dalam setiap ayunan kakinya. Lalu musik-musik itu akan menepi ketika dia mengayunkan tangannya. Pijar-pijar gemulai yang pada saatnya terasa begitu lembut. Namun pada saat yang lain meliar dan brutal. Dia seperti bisa melihat nada-nada alunan musik itu. Hanya dia. Lalu dia akan tersenyum sendiri. Aku akan menyebutnya seperti dibuat-buat, tapi demikianlah dirinya, selalu bangunan dari imajinya. Persepsif, intuitif, impulsif.

Pada saat yang lain dia akan bernyanyi. Suaranya serak basah, kadang terdengar blousy, jazzy, kadang berketuk-ketuk seperti dangdut. Suaranya bukan yang paling istimewa aku rasa. Suara tinggi itu dibangun dari kebiasaannya berbicara dengan tak henti-hentinya. Dia bisa menirukan banyak sekali suara. Dan dalam jangkauan walau hanya tiga oktaf lebih itu, dia bisa mengorok sampai menciar buyar. Lalu susunan nada-nada yang dibuatnya tidak terasa seperti nyanyian, karena setiap susunan intonasinya adalah nada yang dibangun tanpa desakan. Mereka merinai saja, seperti alunan yang begitu saja indah. Hampir selalu terasa pas di telinga dan hati.

Ketika dia duduk, tidak semua mata tertuju kepadanya, biasa saja. Hanya mereka yang menganggapnya istimewa yang seketika terpana. Tapi begitu dia bergerak, sedikit saja, bahkan hanya menggoyang rambut atau mengusap ujung hidungnya dengan jari telapak tangannya, maka cerita akan berubah. Setiap orang akan melihatnya, ada yang bertahan berlama-lama. Beberapa tidak keberatan jatuh cinta. Beberapa yang lain mungkin hanya sesaat saja, tapi menyempatkan juga. Dia bergerak seperti tak terencana, tapi semuanya indah memesona. Dia adalah butir-butir pasir yang menyusun dirinya sendiri semenit setelah badai gurun. Selalu baru walau sekilas tampak begitu-begitu saja. Tapi percayalah tidak pernah begitu-begitu saja. Dan dia tidak hanya bergerak, karena dia juga bisa mengulang gerakannya itu beberapa kali, seperti latihan menari atau mengeja.

Tapi bukankah dia juga orang yang tak berhenti mencari. Mencari dirinya dalam pusaran dunia. Ketika semua orang sudah jelas dengan diri mereka, dia malah merasa dirinya ambyar. Dia tak dimiliki dan tidak memiliki satu pun definisi. Dan ketika matanya sayu, kita segera tahu bahwa dia berharap menjelma sesuatu yang jelas dan tidak ambigu. Kadang dia begitu merindukan ketetapan, ketetapan atas orang lain, atas cinta, atas dirinya. Sekalipn ketika ketetapan itu jadi, maka dia merasa terikat dan enggan lepas. Dia menikmati saja semuanya. Dia takut kecewa, ketakutan terbesar dalam hidupnya. Kekecewaan paling menakutkan adalah kecewa atas kegagalannya menemukan siapakah dirinya. Orang lain sudah punya identitas tapi dia selalu ambang dan mengawang.

Setiap malam dia berpesta. Namun dia adalah perempuan Samaria yang bertemu sang guru agung di tepian sebuah sumur tua. Sang guru bertanya kepadanya, “Mana suamimu!” Dan dia menjawab, “Aku tak punya suami.” Sang guru akan membenarkannya sambil mengatakan, “Iya sebab engkau bersuami lima.” Tidak ada satu pun yang pasti, suami sejatinya entah dirinya sendiri, entah mati, dan dia diturunkan terus menerus kepada adik-adik suaminya, tak ada satu pun yang dicintainya. Bukankah mereka masih terlalu muda? Dalam pestanya yang riuh, kesepian itu terus tumbuh. Lalu pada saat kesepian itu membebatnya, diambilnya sweater atau sekada jaket tipis. Dia akan menyusur jalan, mencari siapa saja yang bisa ditemuinya untuk memuaskan dahaga sepinya.

Entah harus bangga atau kasihan kepadanya. Tapi aku rasa dia bisa hidup walaupun dilepaskan sendirian di hutan belantara. Jika orang lain membutuhkan orang-orang lain, dia akan mampu bertahan sendiri. Dia akan mempu melakukannya sendiri, walaupun dia tidak membohongi dirinya pada kesepian yang menonjok pelipisnya. Selalu ada ruang yang masih luang. Dan dia sendiri tidak tahu bagaimana dan dimana mencari isiannya.

Tapi sebagai seorang sahabat yang mengenalnya begitu dekat, aku begitu bangga dan bahagia bisa sekadar mengenalnya. Dia selalu istimewa. Dan aku yakin siapa pun akan bersepakat denganku. Bertualang dengannya tak pernah membosankan. Bersamanya aku memiliki segalanya.
Tags : ,

No comments:

Post a Comment