Banyak hal berhenti ketika usia kita beranjak. Lalu kita menengok ke belakang dan menemukan betapa waktu telah melewatkan kita pada berbagai kesempatan ajaib dengan begitu cepatnya. Kita terkesima pada cerita-cerita yang telah lewat.
Hari ini banyak hal membantu kita mengingat. Aku memiliki blog ini. Orang lain memiliki agenda, diary, koleksi foto, rekaman suara, video. Setiap orang memiliki museumnya sendiri. Dan museum itu menjadikan kita sadar, mungkin kita memang terlalu kecil untuk cerita milyaran tahun jagad raya ini. Tapi kita dan matahari ternyata tidak jauh berbeda. Kita sekaya matahari.
Aku berusaha mengingat apa saja yang telah aku lewatkan dalam dua puluh sembilan tahun hidupku. Anehnya cerita itu memusar pada relasi, dan yang terbesar dari antaranya adalah cinta. Hal yang paling banyak kuingat dengan segera dan bermunculan secara mendadak dengan bertubi-tubi tidak pernah jauh-jauh dari situ.
Aku tentu ingat tentang bagaiamana dahulu aku menghebohkan sekolah gara-gara menyebarkan berita palsu ujian fisika akan diulang karena soalnya telah bocor. Aku ingat tentang bagaimana aku mengajar anak-anak kecil di daerah klitren dan mengajak mereka berkeliling di Kebun Binatang Jogja bersama Wahyu dan Krista. Aku ingat menyetrika rambut Mbak Kiki supaya lurus. Aku ingat tentang bermain teater di Taman Budaya Jogja dan Solo bersama Mariana, Enos, Mas Seno, dan kawan-kawan terong siji, latihan-latihan yang tidak ada habisnya di garasi. Skripsi. Tahbisanku dan tahbisan teman-teman.
Tapi yang paling besar kuingat ternyata adalah wajah-wajah yang tidak pernah sekalipun aku lupakan. Mungkin mereka berbeda sekarang, tapi cerita yang kubangun bersama atau atas mereka membuat semua kenangan itu menjadi sangat istimewa. Bagaimana aku memandang mereka, mencium mereka, bercinta dengan mereka, berbagi. Rista, Rika, Endah, Nila, Vero, Sidik, Amel, Bil, Agus, Leli, Simaremare, Kosa, Ayub, Keisha, Amsterdam, Cungkring, Anggi. Ada nama-nama yang sekadar lewat beberapa saat, ada yang terus melekat.
Aku termasuk orang terkutuk karena mencintai pria dan perempuan pada saat yang sama. Walaupun aku tidak bernar-benar tahu membedakan antara cinta dengan terpesona. Tapi daripada kutuk, aku memilih untuk melihatnya sebagai anugerah, rasanya itu lebih menyamankan.
Tapi rasanya tidak ada yang berhenti. Sebagaimana waktu selalu bergerak, bersama dengan usia ini semua cerita ikut bergerak. Kadang membosankan dan ketika itu kita mengingat betapa indahnya masa lalu, Lalu ketika sungguh-sungguh mengingat apa yang telah lewat, nyatanya yang lalu-lalu pun sama saja seperti ini. Jadi ketika aku melihat apa yang telah lewat sebagai anugerah. Maka yang ada di depan mata ini pun anugerah. Ah, sedap!
Hari ini banyak hal membantu kita mengingat. Aku memiliki blog ini. Orang lain memiliki agenda, diary, koleksi foto, rekaman suara, video. Setiap orang memiliki museumnya sendiri. Dan museum itu menjadikan kita sadar, mungkin kita memang terlalu kecil untuk cerita milyaran tahun jagad raya ini. Tapi kita dan matahari ternyata tidak jauh berbeda. Kita sekaya matahari.
Aku berusaha mengingat apa saja yang telah aku lewatkan dalam dua puluh sembilan tahun hidupku. Anehnya cerita itu memusar pada relasi, dan yang terbesar dari antaranya adalah cinta. Hal yang paling banyak kuingat dengan segera dan bermunculan secara mendadak dengan bertubi-tubi tidak pernah jauh-jauh dari situ.
Aku tentu ingat tentang bagaiamana dahulu aku menghebohkan sekolah gara-gara menyebarkan berita palsu ujian fisika akan diulang karena soalnya telah bocor. Aku ingat tentang bagaimana aku mengajar anak-anak kecil di daerah klitren dan mengajak mereka berkeliling di Kebun Binatang Jogja bersama Wahyu dan Krista. Aku ingat menyetrika rambut Mbak Kiki supaya lurus. Aku ingat tentang bermain teater di Taman Budaya Jogja dan Solo bersama Mariana, Enos, Mas Seno, dan kawan-kawan terong siji, latihan-latihan yang tidak ada habisnya di garasi. Skripsi. Tahbisanku dan tahbisan teman-teman.
Tapi yang paling besar kuingat ternyata adalah wajah-wajah yang tidak pernah sekalipun aku lupakan. Mungkin mereka berbeda sekarang, tapi cerita yang kubangun bersama atau atas mereka membuat semua kenangan itu menjadi sangat istimewa. Bagaimana aku memandang mereka, mencium mereka, bercinta dengan mereka, berbagi. Rista, Rika, Endah, Nila, Vero, Sidik, Amel, Bil, Agus, Leli, Simaremare, Kosa, Ayub, Keisha, Amsterdam, Cungkring, Anggi. Ada nama-nama yang sekadar lewat beberapa saat, ada yang terus melekat.
Aku termasuk orang terkutuk karena mencintai pria dan perempuan pada saat yang sama. Walaupun aku tidak bernar-benar tahu membedakan antara cinta dengan terpesona. Tapi daripada kutuk, aku memilih untuk melihatnya sebagai anugerah, rasanya itu lebih menyamankan.
Tapi rasanya tidak ada yang berhenti. Sebagaimana waktu selalu bergerak, bersama dengan usia ini semua cerita ikut bergerak. Kadang membosankan dan ketika itu kita mengingat betapa indahnya masa lalu, Lalu ketika sungguh-sungguh mengingat apa yang telah lewat, nyatanya yang lalu-lalu pun sama saja seperti ini. Jadi ketika aku melihat apa yang telah lewat sebagai anugerah. Maka yang ada di depan mata ini pun anugerah. Ah, sedap!
No comments:
Post a Comment